BUPATI SUMENEP SETUJUI PENGRUSAKAN LKS (?)
Oleh: Nur Khalis, wartawan Kompas TV
“…Karena menciptakan estetika tidak harus merusak etika dan logika.”
Mediapribumi.id, Opini — Menurut saya, bupati Sumenep sudah berlebihan. Dari cerita dan video pra event yang beredar, dia telah menyetujui pengrusakan Lapangan Kesenian Sumenep (LKS), yang berada tepat di depan kantor Disbudporapar Sumenep.
Se urgent apa, mobil jeep harus naik ke panggung? Dari video yang beredar, sekali jeep naik, beberapa bibir tangga di bagian depan rusak. Kerusakan itu untuk sekali naik. Lalu bagaimana saat jeep itu hendak turun? Siapa yang menjamin tangga panggung akan selamat dari kendaraan berbobot sekitar 1,5 ton itu?
Wajah kawan saya, saat itu, penuh amarah. Sejak membicarakan event Off Road 4×4 yang digelar di LKS, nada bicaranya meninggi, beberapa kali nafasnya tidak teratur. Dan matanya seperti mencari lawan untuk memperdebatkan fakta pengrusakan yang dia temukan.
Paragraf pertama dan kedua dari catatan ini, adalah kalimat yang diucapkan kawan saya, secara langsung. Saya mengingat dengan baik kalimat-kalimat itu.
Sebab, sejak duduk bersama, dan berniat membincang event Launching Jeekar Community itu, saya berkeyakinan bahwa kawan seniman kampung nan katrok ini akan misuh-misuh. Dan ternyata benar.
Menurutnya, yang paling layak disalahkan, adalah bupati. Dari poster yang beredar, dengan tangan terbuka, ditambah senyum khasnya, memberi arti bahwa bupati menyetujui pengrusakan LKS ini. Logo Sumenep dan Disbudporapar yang tertera di poster, memperkuat itu.
Kawan saya menambahkan, menjelang akhir tahun, event yang digelar oleh Pamkab Sumenep tidak lagi berkonsep asal jadi. Akan tapi sudah punya kemampuan melakukan pengrusakan. Alih-alih menunjukkan keindahan, yang ada malah membuat lapangan kesenian berantakan.
Pengrusakan ini, menurut kawan saya, sudah selayaknya disikapi secara berlebihan. Jika diskusi sudah pasti tidak mempan, maka aksi demo sudah layak dilakukan. Sekalian ditanyakan, tempat mana lagi yang akan dirusak tahun depan?
Ucapan kawan saya, sudah tidak terkontrol. Keinginannya untuk menyalahkan bupati sudah diubun-ubun. Jika pun bupati mempunyai pertimbangan yang masuk akal, misalnya, demi estetika acara, kawan saya tetap tidak terima. Karena menciptakan estetika tidak harus merusak etika dan logika.
Dalam pertemuan itu, saya sulit sekali mengubah topik obrolan. Setiap kali berusaha menyelipkan topik baru, kawan saya secepat kilat membelokkannya pada fakta pengrusakan LKS itu. Hingga akhirnya, secara diam-diam, beberapa ucapannya saya hiraukan. Biarkan dia marah-marah sendirian.
Namun demikian, saya sempat terkesan dengan kalimat sindiran yang dia ucapkan. Dia mengatakan: Jika kita tidak besar karena pujian, mungkin jalan lain yang bisa ditempuh adalah diingat karena mendapat banyak celaan. Sepertinya Pemkab Sumenep memilih cara kedua agar tidak mudah dilupakan.
Gapura, 25 Desember 2023