Opini

Kepada PDI Perjuangan Sumenep

Avatar
2433
×

Kepada PDI Perjuangan Sumenep

Sebarkan artikel ini
Kepada PDI Perjuangan Sumenep

KEPADA PDI PERJUANGAN SUMENEP

Kata seorang kawan, hidup adalah perjalanan. Namun begitu, sekali waktu, kita punya hak untuk sejenak berhenti. Baik sekedar untuk bersyukur, atau mengutuki diri. Terserah kita.

Begitupun bagi PDI Perjuangan, di Kabupaten Sumenep. Partai Banteng ini telah jauh berjalan. Mereka telah memenangkan pertempuran. Maka, sudah waktunya mereka sejenak berhenti. Baik sekedar untuk euforia, ala kadarnya, atau intropeksi.

Sebagai pemenang Pileg, untuk pertama kali, lumrahnya PDI Perjuangan sedang gagap-gagapnya. Gagap untuk menghadapi gelombang kritik di parlemen. Gagap untuk solid. Gagap untuk menjadi nahkoda dengan ABK tanpa pengalaman apa-apa.

Kegagapan PDI Perjuangan, bagi saya, sungguh lumrah. Namun mereka harus segera belajar, beradaptasi dan menyiapkan sebanyak mungkin strategi. Biasanya, pengalaman pertama memberikan banyak pelajaran. Di antaranya sering menjadi bulan-bulanan.

Lain dari itu, biasanya, pengalaman pertama memberi kesempatan untuk melakukan banyak kekeliruan. Walakin, kesalahan demi kesalahan harus segera disadari. Jika tidak, siapapun nahkodanya, berpotensi akan dikebiri, berkali-kali. Jika itu terjadi, tentu miris sekali.

Karena PDI Perjuangan adalah partai politik, saya menduga, saat ini sedang terjadi banyak intrik. Sebab, beredar kabar, banyak anggota terpilih yang main segala cara untuk bisa meraih kursi ketua.

Bagi saya, dinamika internal itu sah-sah saja. Namun jangan lupa, dan harus diakui oleh semua bahwa, belum ada satupun anggota PDI Perjuangan terpilih yang punya pengalaman menjadi nahkoda. Dan tentu saja, pekerjaan pertama tidak akan semudah mengkhayal belaka.

Semua instrument AD/ ART partai bisa diterabas. Pengurus partai bisa sepenuhnya menggunakan “otoritas”, di luar norma dan asas. Namun, jauh setelah itu, jangan sampai ketua “terpilih” hanya dianggap baju bekas. Cukup menutupi badan. Namun tidak bisa untuk tampil menawan. Tentu saja membosankan bukan?

Kompetensi harus jadi acuan. Sikap bengis harus dikedepankan. Jika terlalu banyak drama, intrik sini dan intrik sana, dikhawatirkan menjadi bencana. Misalnya, ketua “terpilih” hanyalah boneka yang lihai tersenyum. Namun sikap dan kebijaksanaannya harus didikte orang ketiga. Alamak.

Ganding,
26 Maret 2024

Google News

Respon (2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hari Santri