Guru Era Digital Harus Melek STEM
Dr. Nurwidodo, M.Kes.
Kepala LMT FKIP UMM, Pengurus Pusat ALSI dan Ketua LSPTM se-Indonesia
Opini, mediapribumi.id — Revolusi industri generasi keempat bisa diartikan sebagai adanya ikut campur sebuah sistem cerdas dan otomasi dalam industri. Hal ini digerakkan oleh data melalui teknologi machine learning dan Artificial Intelligence. Kombinasi dari sistem fisik-cyber, Internet of Things (IoT), dan Internet of Systems membuat Industry 4.0 menjadi mungkin, serta membuat pabrik pintar menjadi kenyataan. Secara singkat, Industry 4.0, pelaku industri membiarkan komputer saling terhubung dan berkomunikasi satu sama lain untuk akhirnya membuat keputusan tanpa keterlibatan manusia.
Internet of Things (IoT), adalah jaringan perangkat yang saling terkait yang menghubungkan dan bertukar data dengan perangkat IoT lain dan cloud. Perangkat IoT biasanya dilengkapi dengan teknologi seperti sensor dan perangkat lunak dan dapat mencakup mesin mekanis dan digital serta objek konsumen. Internet of Things (IoT) pada zaman sekarang adalah suatu keharusan oleh karena itu di dunia pendidikan khususnya sekolah tidak bisa tidak harus menerapkan pemanfaatan Internet of Things (IoT) di sekolahnya untuk mendukung proses administrasi maupun proses pembelajaran.
Dalaam bentuk sederhana, pemanfaatan IoT di dunia pendidikan adalah pemanfataan gadget dalam pembelajaran. Sekalipun masih ada pro dan kontra, gadget memiliki maksud dan tujuan yang mulia yaitu memenuhi prinsip inklusivitas pendidikan. Makna baru dari pendidikan inklusi adalah pendidikan untuk memenuhi hak belajar siswa dan menjangkau secara lebih luas.
Penggunaan gawai yang tersambung dengan internet adalah salah satu cara untuk menciptakan inklusivitas dalam pendidikan. Dengan gadget yang tersambung dengan internet, entah itu smartphone, tablet maupun komputer dan laptop, siswa dapat mengakses materi pembelajaran dan menghubungi guru mereka secara langsung.
Dengan demikian, guru dapat mempelajari perkembangan belajar siswa secara langsung meskipun tidak berada dalam satu lokasi dengan siswa tersebut. Jadi manfaat IoT adalah terciptanya pendidikan yang lebih inklusif.
Kini dengan smartphone di tangan dan jaringan internet, seorang siswa yang tinggal jauh dari sekolah tetap bisa mengikuti pelajaran, mengirim pekerjaan rumah dan bahkan bertanya pada gurunya.
Blended learning adalah metode pembelajaran yang menggabungkan pembelajaran secara online dan offline. Meskipun semakin populer dalam beberapa tahun terakhir ini, namun metode pembelajaran ini sebenarnya sudah ada sejak lama sebagai pelengkap dari e-learning.
Dalam blended learning ini, siswa dituntut aktif untuk mencari bahan pelengkap pembelajaran secara mandiri di internet, sehingga pembelajaran tidak hanya terpusat pada guru saja. Selain itu, metode e-learning ini juga mengakomodir guru yang tinggal jauh dari lokasi sekolah atau kampus untuk tetap mengajar, meskipun secara daring. Hal ini mengakibatkan pembelajaran di sekolah maupun kampus menjadi lebih efektif dan efisien. Tidak hanya dalam pembelajaran, IoT juga bisa dimanfaatkan dalam manajemen fasilitas pendukung pengajaran di sekolah maupun kampus, seperti penggunaan biometrik dalam absensi, manajemen data alumni, hingga peminjaman buku dan fasilitas sekolah.
Abad ke-21 sudah berlangsung selama 23 tahun, ibarat pertumbuhan dan perkembangan manusia kurun waktu ini sudah menuju pada fase dewasa. Konsekuensinya adalah tingkat adopsi dan adaptasi terhadap tuntutan hidup yang seharusnya dimiliki oleh warga bangsa sudah mencapai kematangan. warga semestinya sudah bertransformasi mengarungi berbagai tahapan sehingga mencapai fase terminal yang disebut sebagai ekspansi.
Pada fase ini, kompetensi yang sudah harus dimiliki meliputi karakter dasar yang meliputi inisiasi, rasa ingin tahu, adaptasi, dan kesadaran sosial. Warga bangsa juga harus sudah memiliki kemampuan fundamental yang meliputi literasi umum, literasi sains, literasi matematik dan ICT dan literasi teknologi. Pada fase ini juga netizen harus sudah terbagun kompetensi berpikir kritis, kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan berpikir solutif.
Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Berbagai tantangan yang muncul antara lain berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup, pemerataan pembangunan, dan kemampuan untuk mengembangkan sumber daya manusia.
Pembelajaran merupakan tumpuan utama untuk mewujudkan nitizen dengan kemampuan sebagaimana dicirikan oleh tuntutan hidup atau keterampilan abad ke-21. Sekalipun pencapaian atas perkembangan sudah mencapai pada fase dewasa, akan tetapi hal itu hanya mewakili generasi yang dilahirkan pada tahun 2000. Sementara itu, generasi yang lahir berikutnya tentu belum mengalami kematangan, mereka masih berproses menuju ke fase kematangan, dan oleh karena itulah penting sekali untuk menghadirkan pembelajaran yang memberdayakan nitizen terhadap tuntutan hidup abad ke-21.
STEM (Sience, technology, engineering and mathematics) education saat ini menjadi alternatif pembelajaran sains yang dapat membangun generasi yang mampu menghadapi abad ke-21 yang penuh tantangan. Literasi sains, bahasa, dan matematika telah diakui secara internasional sebagai tolok ukur tinggi-rendahnya kualitas pendidikan. Hal ini direspon oleh The Program for International Student Assessment (PISA) yang beranggotakan negara industri maju (the Organization for Economic Cooperation and Development, OECD). Organisasi ini memiliki pemahaman bahwa maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh tiga hal tersebut, sehingga senantiasa melakukan penilaian terhadap ketiga literasi tersebut secara periodik setiap tiga tahun, utamanya terhadap siswa berusia 15 tahun (level SMP). Selain negara-negara industri maju, penilaian dilakukan pula di negara-negara yang mengajukan diri untuk dinilai, termasuk Indonesia.
Salah satu tuntutan yang dihadapi dalam literasi STEM, yaitu kemampuan membaca, menulis, dan berbicara yang akan menciptakan karya yang harus diselesaikan dan dilengkapi dengan konsep-konsep dari sains, teknologi, teknik, dan matematika. Hanya saja kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua siswa memiliki kemampuan literasi STEM yang baik. Literasi STEM sangat penting untuk mengarungi kehidupan abad ke-21, untuk mewujudkannya membutuhkan peran konkrit dan kompeten dri guru digital.
Guru era digital berbeda dengan guru di era sebelumnya. Terdapat tuntutan baru yang menyertai tugas guru era digital. Guru digital dituntut untuk menjadi Pemimpin Pembelajaran: Guru berperan sebagai pemimpin dalam memperkenalkan, menerapkan, dan memanfaatkan teknologi dalam proses pembelajaran. Mereka harus menguasai keterampilan dan pengetahuan teknologi yang diperlukan serta dapat menjadi contoh bagi siswa dalam penggunaan teknologi.
Guru era digital wajib merancang pembelajaran yang relevan. Guru perlu menggunakan teknologi untuk merancang pengalaman pembelajaran yang relevan dengan dunia digital. Mereka dapat mengintegrasikan sumber daya online, multimedia, dan alat-alat pembelajaran digital ke dalam kurikulum untuk membuat pembelajaran lebih menarik dan berinteraksi.
Guru era digital seharusnya mendorong kolaborasi dan partisipasi siswa: Dengan bantuan teknologi, guru dapat mendorong kolaborasi antara siswa, baik dalam ruang kelas maupun secara daring. Guru dapat menggunakan platform kolaboratif dan alat komunikasi digital untuk mengadakan proyek bersama, diskusi, dan aktivitas kelompok yang memungkinkan siswa berinteraksi dan belajar secara kolaboratif.
Guru era digital menyesuaikan pembelajaran dengan menggunakan teknologi untuk mempersonalisasi pengalaman pembelajaran. Dengan alat pembelajaran adaptif dan platform pembelajaran daring, guru dapat melacak perkembangan siswa secara individual dan menyediakan materi yang disesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan tingkat kemampuan masing-masing siswa.
Guru era digital selayaknya membimbing literasi digital. Guru memiliki peran penting dalam mengembangkan literasi digital siswa. Mereka harus mengajarkan siswa tentang etika digital, perlindungan privasi, pengelolaan informasi, dan konten digital.
Guru juga perlu memberikan pemahaman tentang pentingnya keamanan online dan cara berperilaku yang aman di dunia digital.
Guru era digital seharusnya melakukan pembelajaran dan evaluasi serta umpan balik kepada siswa dengan memanfaatkan perangkat teknologi sehingga lebih efisien. Dengan menggunakan platform pembelajaran daring, guru dapat memberikan tugas, kuis, dan ujian secara online, serta memberikan umpan balik yang tepat waktu dan bermanfaat kepada siswa.
Guru era digital sebaiknya terus melakukan pengembangan diri secara professional. Dalam era digital, guru juga harus terus mengembangkan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam hal teknologi dan pendidikan digital. Mereka harus terbuka untuk pembelajaran baru dan berpartisipasi dalam pelatihan dan program pengembangan profesional yang berkaitan dengan teknologi pendidikan.
Dapat disimpulkan bahwa revolusi Industri 4.0 menjadi pendorong lahirnya IoT dan keduanya sangat mempengaruhi perkembangan pembelajaran atau pembelajaran perlu melakukan adaptasi terhadap RI 4.0 dan IoT.
Aplikasi RI4.0 dan IoT dalam pembelajaran membutuhkan guru yang literate terhadap pembelajaaraan abad ke-21 terutama melek STEM. Tuntutan melek STEM sudah tidak dapat dihindarkan lagi, karena saat ini perjalanan waktu sudah mencapai 23 tahun sehingga masa transformasi seharusnya sudah berada dalam tahapan ekspansi.
Guru era digital selanjutnya wajib memiliki karakter literat STEM, dengan performansi sebagai pemimpin (leader) akademik, sebagaai kolaborator ddalam pembelajaran, membimbing literasi digital kepadan siswa, menunjukkan kompetensi dalam menerapkan TPACK, memberdayakan kemampuan berpikir kritis, kreatif, mengembangkan keterampilan komunikatif melalui penerapan inquiry based activities serta selalu mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan.