ASN SUMENEP SELINGKUH, BUPATI DAPAT APA?
Oleh: NK Gapura
Fakta hanyalah sepertiga dari kebenaran. Dalam keseharian, fakta bisa diputarbalikkan. Semua tergantung kepentingan. Di tengah kehidupan yang serba mengkhawatirkan, kadang fakta hanyalah ilusi kreatif untuk meninabobokan.
Ada fakta, seorang suami menggerebek istri sahnya yang sedang berhubungan badan dengan selingkuhannya di dalam kamar. Lokasinya di perumahan Arya Wiraraja Sumenep. Si istri adalah ASN, kepala sekolah di SDN Mandala 2, Kecamatan Rubaru. Sedangkan selingkuhannya juga ASN, guru di SDN Pakondang 1 di Kecamatan yang sama.
Peristiwa memalukan ini, terjadi Kamis siang (31/5). Fakta ini, tentu saja telah mencoreng dunia pendidikan. Merusak citra keguruan. Seorang guru, yang seharusnya digugu dan ditiru, malah nekat selingkuh dan berbuat anu-anu.
Seorang kepala sekolah, seharusnya menjadi teladan dan contoh yang hasanah. Walakin, kepala sekolah ini suka main-main dengan muasal janin.
Dari contoh buruk ini, Bupati Kabupaten Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo dapat apa? Tentu saja, yang pertama, Bupati telah mendapatkan fakta. Dari fakta yang ada, bupati punya kesempatan untuk menunjukkan ketegasannya.
Misalnya, seperti yang tertulis di berbagai media, bupati berkata, siapapun ASN yang melakukan perbuatan tercela, sanksi berat harus diterima. 2 ASN asal Rubaru itu harus dipecat, dibebaskan dari tugasnya sebagai pendidik generasi bangsa.
Kedua, selain mendapatkan fakta, bupati juga mendapatkan tantangan. Sikap tegasnya sebagai pimpinan, yang juga seorang politisi, dituntut untuk jeli dan tepat membuat keputusan.
Sebagai politisi, bupati punya hak untuk membuat keputusan yang nuansanya penuh kelicikan. Misalnya, untuk kepentingan Pilkada mendatang, 2 ASN Rubaru ini tidak dipecat. Hanya turun jabatan atau hanya “diasingkan”.
Jika keputusan itu yang bupati lakukan, maka akan diingat sebagai keputusan yang paling memalukan. Karena bupati telah menjadi inisiator rusaknya generasi masa depan. Keputusan ini juga bisa jadi bahan candaan. Ternyata bupati suka “mengoleksi” ASN yang, maaf, amoral. Naif bukan?
Sebagai pemimpin, bupati punya tanggung jawab moral untuk menunjukkan keberpihakannya pada kebenaran. Terutama kebenaran yang bersumber dari fakta yang tidak terbantahkan. Bupati harus tegas memberikan efek jera pada semua ASN yang berprilaku tidak pantas.
Ketiga, dari peristiwa memalukan ini, bupati akan mendapatkan kecaman. Terlebih jika keputusannya hanyalah bualan dan asal-asalan. Cara publik mengecam, mungkin hanya dengan diam. Tapi, di benak mereka, muncul keyakinan bahwa bupati tidak layak jadi tuntunan. Tidak layak diikuti dan dihormati. Ini bahaya besar. Salam.
Gapura, 02 Juni 2024.