Mediapribumi.id, Sumenep — Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang menyebabkan hilangnya nyawa seorang istri berinisial NS atau yang akrab dipanggil Neneng (27 tahun) di Puskesmas Batang-Batang pada Sabtu (05/10/2024) ditangan suaminya sendiri berinisial AR (28 tahun) kini memasuki babak baru.
Pasalnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep, hanya menerapkan Pasal 44 ayat 2 dan 3 Undang-Undang No. 23 Tahun 2004, tentang PKDRT dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp. 45 juta.
Unjuk rasa tersebut, karena keluarga korban merasa tidak adil terhadap tuntutan Kejari Sumenep, yang hanya menerapkan pasal KDRT.
Hal itu disampaikan dalam aksi unjuk rasa yang dilakukan di depan Kantor Kejari Sumenep dan Pengadilan Negeri Sumenep. Selasa (18/02/2025).
Koordinator Lapangan (Koorlap) Aksi, Ahmad Hanafi, menyampaikan, aksi ini dalam rangka membongkar tragedi pembunuhan terhadap Neneng.
Menurutnya, tragedi itu bukan hanya KDRT, karena ada peristiwa-peristiwa sebelumnya yang sengaja dilakukan oleh AR, seperti saat itu Neneng sempat menghilang dari rumahnya dan diduga AR melakukan penjemputan paksa.
“Tiba-tiba, pihak keluarga mendengar kabar dari orang lain bahwa Neneng meninggal. Setelah didatangi, keluarga AR tidak mengizinkan untuk Neneg dibawa pulang,” terangnya.
Lanjut Hanafi, setelah melakukan negosiasi, akhirnya diizinkan dan langsung dibawa ke Rumah Sakit untuk dilakukan otopsi. Hasilnya, Neneng meninggal bukan seperti yang dikabarkan sebelumnya, yakni disengat tawon, melainkan karena KDRT.
Dalam aksi ini, pihaknya bersama berbagai lapisan masyarakat dan aktivis menilai bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sumenep terlalu mengistimewakan pelaku.
“Aparat Penegak Hukum (APH) harus mengembangkan kasus ini dan memeriksa pihak lain yang terlibat dalam tragedi kematian Neneng,” tegasnya.
Ia juga menegaskan, akan terus melakukan upaya hukum hingga jenjang tertinggi jika Putusan Pengadilan Sumenep tidak adil dan tidak sesuai harapan.
Setelah aksi ini, Hanafi bersama keluarga besar Korban akan melakukan laporan baru, dan akan menyampaikan bukti-bukti dan keterlibatan pihak lain.
Senada dengan hal itu, Kuasa Hukum korban, Kamarullah menilai, penerapan pasal KDRT dalam kasus itu tidak salah, melainkan harus disandingkan dengan Pasal 340 Jo. Pasal 338, yakni pembunuhan berencana.
Pihaknya juga meminta Jaksa, untuk memeriksa penyidik yang menangani kasus ini, untuk memastikan tidak ada permainan dibaliknya.
Tuntutan dalam aksi itu, Menurutnya, disampaikan bukan untuk mendiskreditkan Kejari, melainkan untuk memberikan informasi yang pasti, agar kasus ini semakin terang. Dan hal itu, sudah disampaikan saat pemeriksaan di Polres Sumenep.
“Kejari ini, jangan sampai menjadi pelindung predator yang membunuh Neneng,” tegasnya.
Lebih lanjut, Kasi Intel Kejari Sumenep, Moch. Indra Subrata menjelaskan, bahwa JPU sudah memeriksa dan meneliti secara benar berkas perkara itu, dari penyidik memang sudah diterapkan Pasal KDRT, tidak yang mengarah ke Pasal 338 dan 340 tentang pembunuhan.
Hal itu, berdasarkan asas lex specialis (peraturan khusus), karena pelaku dan korban masih dalam ikatan suami-istri, sehingga diterapkan UU PKDRT bukan KUHP. Dan di BAP tidak ada gambaran pihak lain yang berperan, cuma ada peristiwa KDRT kemudian dilarikan ke Puskesmas.
“Kami tidak mungkin berasumsi lagi, dasarnya tetap dari hasil BAP dan penyidikan,” jelasnya.
Menurut Indra, dalam Pasal 44 UU PKDRT ada perbuatan yang berlanjut, ayat 1 berisi penganiayaan, ayat 2 berisi mengalami luka dan ayat 3 berisi hingga menyebabkan meninggal dunia.
Saat ini, kasus tersebut sudah memasuki Sidang kedua, yakni agenda pemeriksaan saksi-saksi.
“Kita ungkap di persidangan, silakan warga mengikuti persidangan agar terang benderang,” ujarnya.
Indra mengarahkan, jika pihak keluarga mau menuntut pembunuhan berencana disilakan untuk membuat laporan baru.
Melalui aksi ini, mereka meminta kepada Kejaksaan Negeri Sumenep, dan Pengadilan Negeri Sumenep antara lain:
1. Masyarakat dan keluarga korban meminta pelaku dituntut dan dihukum pidana mati. Pasal dalam dakwaan tidak sesuai dengan fakta yang terjadi, seharusnya diterapkan Pasal 340 Jo Pasal 338 KUHP.
2. Masyarakat meminta Pengadilan Negeri Sumenep dan Kejaksaan Negeri Sumenep untuk mengusut tuntas pelaku lain dan siapa saja yang ikut terlibat, mengetahui, serta membantu menghilangkan nyawa Neneng melalui pemeriksaan saksi-saksi dan terdakwa.
3. Masyarakat meminta agar dilakukan pemeriksaan verbal lisan terhadap penyidik yang memeriksa dan menangani perkara ini dalam sidang terbuka untuk umum.
4. Masyarakat meminta Kejaksaan Negeri Sumenep membuka kembali berkas perkara dan mengusut tuntas pelaku lain yang terlibat (memeriksa Kades Jenangger, Kadus TKP, serta keluarga terdakwa yang serumah dan lingkungan sekitar) agar semua pelaku yang terlibat diproses hukum.
Respon (1)