Mediapribumi.id, Sumenep — Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang menimpa Nihayatus Sa’adah alias Neneng, warga Kecamatan Lenteng, terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Sumenep, Jawa Timur.
Perkara yang menyeret tersangka berinisial AR ini, kini telah memasuki tahap pemeriksaan saksi dalam persidangan di PN Sumenep.
Kuasa hukum AR, Syafrawi, menegaskan, bahwa proses hukum berjalan sesuai mekanisme hukum yang berlaku.
“Setelah pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) minggu lalu, kini persidangan memasuki tahap pemanggilan saksi-saksi. Regulasi persidangan akan berjalan sesuai hukum yang berlaku,” katanya. Selasa (18/02/2025) siang.
Namun, jalannya persidangan diwarnai aksi unjuk rasa oleh ratusan aktivis dan keluarga korban. Mereka mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) dan PN Sumenep agar menambah dakwaan dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.
Massa menilai, pasal yang digunakan saat ini, yakni Pasal 44 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang KDRT, tidak cukup untuk menjerat tersangka.
Kemudian, menanggapi tuntutan massa, Syafrawi menjelaskan, bahwa dakwaan JPU sudah sesuai dengan hasil penyelidikan dan penyidikan.
“JPU sudah benar karena laporan pertama (LP) yang menjadi dasar perkara ini adalah KDRT. Tidak ada unsur perencanaan pembunuhan seperti yang dituduhkan. Proses di persidangan akan membuktikan fakta hukumnya,” tegasnya.
Ia juga membantah isu yang berkembang di masyarakat, termasuk dugaan keterlibatan pihak lain dan penculikan yang dikaitkan dengan kasus ini. Menurutnya, tuduhan tersebut tidak memiliki dasar hukum dan hanya memperkeruh suasana.
“Tudingan dari massa aksi tidak benar. Ada seorang advokat yang mengeluarkan pernyataan menyesatkan, membangun opini bahwa ini adalah pembunuhan berencana. Ini justru membodohi masyarakat, bukan memberikan pencerahan,” paparnya.
Syafrawi berharap, agar proses hukum tetap berjalan secara objektif tanpa intervensi dari pihak luar. Ia yakin bahwa penyidik, kejaksaan, dan majelis hakim akan menangani perkara ini sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
“Kami berharap JPU dan majelis hakim menggali fakta hukum di persidangan secara mendalam. Saya yakin mereka tidak akan terpengaruh oleh opini publik di luar proses pengadilan,” ujarnya.
Terkait kemungkinan adanya laporan baru dari masyarakat, Syafrawi kembali menegaskan, bahwa hal itu adalah hak setiap warga negara.
Namun, ia menekankan bahwa proses hukum yang sudah berjalan tidak dapat diubah begitu saja.
“Kalau ada laporan baru, silakan. Tapi harus dipahami bahwa proses ini sudah berjalan sesuai dengan LP awal, hasil penyidikan, penyelidikan, dan saksi-saksi yang sudah diperiksa. Informasi tambahan, saksi korban atas nama Asmuni mencabut keterangannya yang di BAP,” pungkasnya.
Sidang kasus ini masih terus berlanjut, dengan agenda pemeriksaan saksi untuk mengungkap fakta hukum yang lebih mendalam.