Mediapribumi.id, Jakarta — Komisi Bahtsul Masail Maudhu’iyah dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU 2025, telah merumuskan landasan teoritis sejumlah tema penting terkait rasionalisasi hukum Islam.
Keputusan tersebut ditetapkan dalam Sidang Pleno yang berlangsung di Hotel Sultan, Jakarta, pada Kamis (06/02/2025).
Berikut lima tema utama yang disahkan dalam Munas tahun ini:
1. Murur dan Tanazul dalam Ibadah Haji
Munas NU 2025 menetapkan bahwa murur (melintas) dari Muzdalifah dan tanazul (tidak mabit) di Mina diperbolehkan sebagai pengganti mabit. Ketua Komisi Bahtsul Masail Maudhu’iyah, KH Abdul Moqsith Ghazali, menjelaskan bahwa kebolehan ini didasarkan pada dua faktor utama.
Pertama, adanya udzur syar’i bagi jamaah haji yang memiliki risiko tinggi, lansia, difabel, serta pendamping mereka. Kedua, keterbatasan lokasi mabit dibandingkan dengan jumlah jamaah yang terus meningkat.
“Jika kedua aspek ini diabaikan, maka bisa mengganggu kekhusyukan dan kenyamanan ibadah haji,” ujarnya, di kutip dari kanal youtube NU Online. Selasa (11/02/2025).
2. Negara Berhak Memungut Pajak
Munas juga membahas problematika pajak dalam konteks negara bangsa seperti Indonesia. Ditegaskan bahwa negara boleh memungut pajak dengan syarat pajak tersebut digunakan untuk kemakmuran rakyat.
“Pajak yang dipungut harus dikembalikan peruntukannya kepada rakyat,” tegas KH Abdul Moqsith Ghazali.
Selain itu, Munas mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan penghasilan dari sumber daya alam sebagai acuan dalam menentukan tarif pajak, guna menciptakan keadilan bagi masyarakat.
3. Alasan dan Tujuan Zakat
Dalam pembahasan zakat, Munas NU 2025 menegaskan bahwa illat (sebab hukum) zakat adalah kepemilikan harta yang mencapai nishab dan bertahan selama satu tahun (haul). Keputusan ini menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan bertambahnya objek zakat.
Perumusan ulang ini diharapkan dapat memperjelas konsep kekayaan dalam zakat dan memastikan bahwa kewajiban zakat diterapkan secara lebih tepat sesuai kondisi ekonomi umat Islam.
4. Kontrak Politik Disamakan dengan Baiat
Forum Munas juga menetapkan bahwa kontrak politik atau sumpah jabatan dalam konteks negara bangsa dapat disamakan dengan konsep baiat dalam Islam. Dalam hal ini, kontrak politik mengandung kesetiaan rakyat kepada pemimpin serta kewajiban pemimpin untuk mengayomi rakyat.
Namun, kepatuhan rakyat kepada pemimpin tetap harus berlandaskan kebenaran dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.
“Komitmen ini harus dijalankan sesuai dengan tugas masing-masing, baik oleh pemimpin maupun rakyat,” jelas KH Abdul Moqsith Ghazali.
5. Status Muslim di Negara Mayoritas Non-Muslim
Munas NU 2025 juga menetapkan bahwa Muslim yang tinggal di negara mayoritas non-Muslim tetap memiliki status sebagai warga negara (muwathin). Dengan demikian, mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara lainnya.
Muslim wajib menaati regulasi negara tempat mereka tinggal, selama aturan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip Islam dan tetap mengandung kemaslahatan.
“Negara modern saat ini tidak lagi didasarkan pada kesamaan agama, tetapi pada status kewarganegaraan,” ungkap KH Abdul Moqsith.
Keputusan-keputusan yang dihasilkan dalam Munas ini diharapkan dapat memberikan kontribusi besar dalam merespons dinamika kehidupan beragama dan bernegara, serta menjadi panduan bagi umat Islam dalam menghadapi berbagai tantangan zaman.