Example floating
Example floating
Opini

Tantangan Mewujudkan Kualitas Pembelajaran, Berani?

79
×

Tantangan Mewujudkan Kualitas Pembelajaran, Berani?

Sebarkan artikel ini
Tantangan Mewujudkan Kualitas Pembelajaran, Berani?
Example 468x60

Tantangan Mewujudkan Kualitas Pembelajaran, Berani?

Dr. Nurwidodo, M.Kes.
Kepala LMT FKIP UMM, Pengurus Pusat ALSI dan Ketua LSPTM se Indonesia

Opini, mediapribumi.id — Kualitas pembelajaran menjadi salah satu kewajiban sekolah untuk mewujudkannya. Kualitas pembelajaran ini menjadi komponen yang harus dilaporkan bersama dengan lima komponen lainnya yaitu literasi, numerasi, pendidikan karakter, dan tata kelola sekolah yang partisipatif. Performansi dari kelima unsur tersebut merupakan profil pendidikan pada suatu institusi sekolah yang selanjutnya menjadi basis data untuk menyusun Rencana Kerja Kepala Sekolah (RKKS).

Mendapatkan persetujuan atas RKKS berarti mendapatkan dukungan pendanaan dari pemerintah. Mendapatkan persetujuan RKKS berarti sekolah memiliki basis data yang baik atas kelima unsur raport pendidikan, termasuk dalam komponen kualitas pembelajaran. Apakah yang dimaksud dengan kualitas pembelajaran, apa saja indikatornya dan bagaimana mewujudkannya?

Kualitas pembelajaran merupakan hal yang sangat diperhatikan dalam dunia pendidikan, karena kualitas pembelajaran sangat berpengaruh terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia. Adapun “Kualitas adalah mutu, tingkat baik dan buruknya sesuatu, derajat atau taraf (kepandaian, kecakapan)”. Kualitas menunjukkan kepada suatu perubahan dari yang rendah menjadi tinggi atau sebaliknya. Kualitas pembelajaran dapat diketahui diantaranya melalui peningkatan aktifitas dan kreativitas peserta didik, peningkatan disiplin belajar, dan peningkatan motivasi belajar.

Selain itu, tersedianya sarana prasarana dan strategi/metode yang tepat juga mendukung berhasil atau tidaknya pembelajaran yang dilakukan. Keseluruhan kriteria kualitas tersebut tentu saja membutuhkan kompetensi guru. Berbagai aspek tersebut mencerminkan indicator yang berada dalam wacana kualitas pembelajaran.

Mewujudkan kualitas pembelajaran yang terbaik merupakan tantangan dan sekaligus sebagai peluang bagi sekolah untuk memprogramkannya. Kondisi saat ini kualitas pembelajaran menunjukkan kinerja yang masih rendah. Kualitas pembelajaran di sekolah membutuhkan peningkatan yang sistematik dan berkelanjutan.

Berdasarkan data yang disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan Malang Raya (misalnya) pada acara NGOPI atau Ngobrol Inspiratif bersama FKIP UMM bulan Agustus 2023, kualitas pendidikan di Malang Raya dimana kualitas pembelajaran merupakan salah satu komponen didalamnya berposisi pada urutan ke 9, 24 dan 25 se Jawa Timur. Tentu saja kondisi ini sangat memprihatinkan dan harus diupayakan untuk ditingkatkkan. Menurut tiga kepala dinas Malang Raya itu menyimplkan bahwa kualitas pembelajaran di semua sekolah ini membutuhkan perhatian serius dan berkelanjutan.

Sekolah sebagai institusi terdepan dalam kepentingan mewujudkan kualitas pembelajaran dapat menempuh berbagai macam program inovatif. Pembelajaran inovatif sebagaimana direkomendasikan oleh kurikulum merdeka (KURMER, 2023) merupakan salah satu solusinya. Pembelajaran inovatif tersebut adalah implementasi model Problem Based Learning dan atau model Project Based Learning. Secara implisit, kedua model pembelajaran ini juga direkomendasikan oleh Perdirjen GTK tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis penyelenggaraan PPG dalam Jabatan. Oleh karena itu, secara formal implementasi pembelajaran inovatif mendapat dukungan penuh dalam aspek kebijakan dan kelembagaan. Namun masalahnya, apakah guru di lapang sudah mampu melaksanakannya?

Dalam suatu survey yang dilakukan oleh LMT FKIP UMM, menunjukkan bahwa guru di lapang banyak yang belum memahami dengan benar apa, bagaimana dan mengapa dengan model pembelajaran inovatif. Bahkan, guru yang masih fresh dari PPG pun juga belum sepenuhnya piawai atau adekuat terhadap pembelajaran inovatif. Mereka masih membutuhkan waktu dan pengalaman (jam terbang) untuk mencapai kualitas pembelajaran yang diharapkan. Saat ini mereka masih dalam tahapan pemula dalam praktek pembelajaran inovatif.

Menghadapi kondisi dan situasi seperti ini, pemerintah sudah menyiapkanregulasi sejak tahun 2010, yaitu peraturan menteri Pendidikan Nasional nomor 27 tentang Program Induksi Guru Pemula (PIGP). Dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa guru pemula perlu mendapatkan pembinaan profesi secara berkelanjutan, melalui suatu pola pengkajian pembelajaran secara terus menerus atau berkesinambugan. Pola pembinaan profesi inilah yang terkenal dengan sebutan Lesson Study.

Lesson study adalah model pembinaan (pelatihan) profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegialitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Dalam pengertian lain dinyatakan bahwa Lesson study adalah suatu proses kolaboratif pada sekelompok guru ketika mengidentifikasikan masalah pembelajaran, merancang suatu skenario pembelajaran (yang meliputi kegiatan mencari buku dan artikel mengenai topik yang akan diajarkan); membelajarkan peserta didik sesuai dengan skenario (salah seorang guru melaksanakan pembelajaran sedangkan yang lain mengamati), mengevaluasi dan merevisi skenario pembelajaran, membelajarkan lagi skenario pembelajaran yang telah direvisi, mengevaluasi lagi pembelajaran dan membagikan hasilnya dengan guru-guru lain (mendiseminasikannya). Lesson study bertujuan membentuk komunitas belajar yang saling bersinergi mewujudkan pembelajaran berkualitas (Lesson Study for Learning Community, LSLC). LSLC mendedikasikan terbentuknya masyarakat belajar yang peduli pada terwujudnya sharing, learning dan caring dalam pembelajaran. Kepedulian ini membawa pada peningkatan kualitas secara sistemik, bersama sama dan terintegrasi.

Kebijakan pemerintah yang telah menetapkan program guru penggerak juga menjadi solusi untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Semua guru diharapkan terlibat dalam program guru penggeraak ini, bahkan kepala sekolah dan sekolah tempat mengabdi, perlu menjadi sekolah penggerak. Kebijakan mewujudkan guru penggerak menunjukkan bahwa secara ideal guru harus telah mewujudkan kualitas dalam penguasaan keterampilan dasar mengajar, berkemampuan dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis HOT dan TPACK.

Dengan kemampuan ini maka guru sudah menyesuaikan terhadap pembelajaran abad ke-21 yang sangat menuntut penguasaan atas teknologi (technological literate). Pada puncaknya guru diwajibkan untuk menunjukkan kemampuannya dalam memahami learning trajectory siswa, melakukan refleksi untuk meningkatkan kinerja pribadi sehingga guru dapat menjadi pemimpin pembelajaran (leader) yang paripurna.

Dapat disimpulkan bahwa mewujudkan pembelajaran berkualitas adalah tanggunngjawab kita bersama yang dikenal dengan ekosistem sekolah. Secara kebijakan dan fasilitasi, sekolah sudah mendapatkan dukungan formal dari pemerintah yang berupa peraturan (kurikulum), pendanaan, bimbingan teknis dan lain sebagainya. Bahkan program guru penggerak merupakan fasilitasi pemerintah agar mindset dan aktualisasi dalam kinerja guru menjadi lebih berkeunggulan (excellence). Secara operasional diperlukan pembinaan profesi yang dapat melahirkan peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran (continues quality improvement).

Upaya pembinaan profesi inilah yang dikenal dengan lesson study. Program guru penggerak di suatu sekolah akan sangat sinergis dan berdaya guna yang tinggi bilamana diintegrasikan dengan program lesson study. Sekolah penggerak akan sangat relevan untuk menjadikan integrasi lesson study dalam guru penggerak untuk mewujudkan pembelajaran berkualitas yang berlangsung secara terus menerus, sistemik dan mutual. Wallahua’lam bisshowab.

Example 300250 Google News
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *