Mediapribumi.id, Sumenep — Mahani (45 tahun), warga desa Sapeken, Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, akhirnya bisa bernafas lega. Rasa khawatir yang ditanggungnya setiap kali air pasang datang, kini mulai hilang.
Biasanya, saat air laut pasang, rumah panggung ukuran 16×7 meter miliknya selalu terendam air laut. Perasaan khawatir selalu datang bersamaan dengan angin laut dan debur ombak yang sangat kencang. Saat malam hari, rasa khawatir itu kian terasa sekali.
Namun, sejak 17 September 2020 lalu, rasa khawatir itu perlahan mereda. Jarak 3 meter dari rumah Mahani, tangkis laut sepanjang 250 meter mulai dibangun.
Konsep pembangunan tangkis laut di desa ini terbilang unik. Sebab, area yang biasa digenangi air laut, kini ditimbun dengan sampah milik warga. Sampah yang menumpuk itu lalu dipadatkan dan dicor.
Saat ini, sudah ada sekitar 50 meter tumpukan sampah yang dipadatkan dan dicor. Selain untuk menangkal abrasi, area sampah yang dicor ini juga dimanfaatkan sebagai area bermain anak-anak.
Rasa tenang juga dirasakan oleh Bacok (45 tahun), warga desa Sapeken. Sebab, pembangunan tangkis laut yang dipadukan dengan tumpukan sampah padat yang dicor, membuat air laut tidak lagi menggenangi rumahnya.
“Saya dan keluarga menjadi tenang, Mas. Tidur tidak waswas lagi,” tuturnya.
Bacok menanbahkan, saat air laut pasang di malam hari, dia bersama istri dan dua anaknya tidak bisa bersosialisasi dengan kerabat dan tetangga. Sebab disekeliling rumah panggungnya terendam air. Biasanya, air baru surut menjelang dini hari.
Sampah sebagai penangkal abrasi ini adalah inisiatif SKK Migas-KEI yang disambut baik Forpimka dan Pemerintah Desa (Pemdes) Sapeken.
Kades Sapeken, Joni Junaidi, menceritakan, awal mula sampah dijadikan penangkal abrasi, karena jumlah sampah di desa yang dia pimpim terus meningkat drastis.
Disamping itu, inisatif menjadikan sampah sebagai penangkal abrasi merupakan aspirasi dari masyarakat, sebab penanganan sampah di desa Sapeken belum memadai. Kadang ada beberapa warga yang secara sembunyi-sembunyi membuang ke laut dengan imbalan Rp. 5.000 rupiah.
Untuk mengurangi prilaku membuang sampah sembarang itu, pemerintah desa menginisiasi Perdes No. 3 Tahun 2023 tentang pengelolaan sampah. Dalam perdes itu, diatur tentang jadwal penjemputan, biaya retribusi dan pembuangan sampah.
“Saat ini sudah kami berlakukan, sampah dijemput menggunakan odong-odong dan membayar retribusi senilai Rp 1.000 ,” katanya.
Rencana awal, lahan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) reduce, reuse, dan recycle atau 3R ini akan digunakan sebagai tempat pengelolaan sampah, dilengkapi dengan mesin insenerator.
Kemudian, Joni berinisiatif memanfaatkan TPS 3R itu sebagai tempat pembuangan akhir sampah (TPA), dengan tujuan untuk menangkal abrasi laut dan menjadi solusi dari kendala sarana mesin pengelolaan sampah.
Tidak lepas dari persoalan sampah, Joni menerangkan, bahwa persoalan sampah juga direspon baik oleh SKK Migas-Kangean Energy Indonesia (KEI), dengan melaunching Unit Pengelola Sampah (UPS) dan menyerahkan bantuan 1 unit odong-odong pengangkut sampah.
“Setelah kami lakukan presentasi pada saat Musyawarah Desa (Musdes) tahun 2023, disepakati UPS dijadikan Program Pengembangan Masyarakat (PPM) SKK Migas-Kangean Energy Indonesia (KEI). Pengelola UPS juga dilakukan pendampingan yang focus pada lingkungan,” ungkap Joni. Rabu (14/8/2024)
Manager Humas KEI, Kampoi Naibaho menerangkan, kolaborasi yang dibangun bersama Pemdes Sapeken berupa membentuk UPS, dikarenakan sampah menjadi salah satu masalah nasional, khususnya sampah laut, yang menjadi sorotan permasalahan sampah di sekitar daerah operasi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) KEI adalah di Pulau Sapeken.
“Kami merasa terpanggil untuk membantu menanganinya. Permasalahan sampah sangat kompleks sehingga perlu penyadaran masyarakat dan kolaborasi semua pihak,” katanya.
Menurut Kampoi, dukungan penanganan sampah di desa Sapeken memperhatikan 3 hal, diantaranya penguatan kelembagaan, perubahan mindset dan perilaku masyarakat. Hal itu untuk menekan kebiasaan masyarakat yang membuang sampah ke laut.
“Gagasan kami di Pulau Sapeken adalah penanganan sampah berbasis rumah tangga, sehingga sampah yang dibuang ke laut menjadi berkurang,” paparnya.
Meski begitu, pihaknya menyadari, bahwa gerakan mengedukasi persoalan sampah membutuhkan waktu yang cukup panjang. Sehingga SKK Migas-KEI juga melakukan pembinaan bagi pengelola UPS tentang strategi edukasi kepada masyarakat, termasuk menyerahkan 1 unit kendaraan roda 3 pengangkut sampah.
“Kami juga sudah mendatangkan NGO Spectra untuk melakukan FGD bagi pengurus UPS, membahas manajemen UPS, strategi sosialiasi dan edukasi kepada masyarakat. Upaya penanganan sampah tidak menutup kemungkinan kami juga lakukan di desa yang ada Kecamatan Sapeken,” tukasnya.