Mediapribumi.id, Jakarta — Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) menyuarakan kritik tajam, terhadap kebijakan pemerintah yang berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai tahun depan.
Ketua Umum PB PMII, M. Shofiyulloh Cokro, menegaskan, kebijakan ini perlu dikaji ulang karena berpotensi merugikan perekonomian rakyat, khususnya kalangan menengah ke bawah. Ia memperingatkan bahwa kenaikan PPN dapat memicu penurunan daya beli masyarakat serta menghambat produktivitas pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia.
“Kami mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan ulang kebijakan ini. Dampak ekonominya sangat luas dan akan langsung dirasakan oleh masyarakat dalam bentuk kenaikan harga barang dan jasa,” ujar Shofiyulloh dalam konferensi pers di Kantor PB PMII, Kamis (26/12/2024).
Senada dengan Shofiyulloh, Ketua Bidang Ekonomi dan Investasi PB PMII, Ramadhan, menyoroti minimnya keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan ini. Ia menilai kebijakan tersebut dapat memicu keresahan sosial, terutama di tengah momentum Hari Raya Natal dan Tahun Baru (Nataru).
“Pemerintah perlu membuka ruang dialog dan melibatkan lebih banyak elemen masyarakat sebelum membuat keputusan besar seperti ini. Jika tidak, kebijakan ini justru akan memperlebar ketimpangan sosial dan memperburuk kondisi perekonomian rakyat,” jelas Ramadhan.
PB PMII juga mendesak pemerintah mencari alternatif kebijakan fiskal yang lebih adil dan tidak membebani masyarakat kecil. Mereka menilai, kenaikan PPN ini berpotensi memperburuk kesenjangan sosial dan memperlemah daya beli masyarakat yang sudah rentan.
“Kami berharap pemerintah lebih berpihak pada rakyat kecil dan mempertimbangkan dampak jangka panjang dari kebijakan ini. Jangan sampai keputusan ini justru menambah beban hidup masyarakat,” pungkas Ramadhan.
Dengan kritik yang disampaikan ini, PB PMII berharap pemerintah segera meninjau ulang kebijakan kenaikan PPN agar tercipta kebijakan yang lebih inklusif dan pro-rakyat.