Artikel

Harmonisasi filsafat dan Agama Prespektif Al-Farabi

Avatar
960
×

Harmonisasi filsafat dan Agama Prespektif Al-Farabi

Sebarkan artikel ini
Harmonisasi filsafat dan Agama Prespektif Al-Farabi
Ach. Zainuddin, Mahasiswa STKIP PGRI Sumenep.

Harmonisasi filsafat dan Agama Prespektif Al-Farabi

Oleh: Ach. Zainuddin, Mahasiswa STKIP PGRI Sumenep.

Abu Nasr Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Uzalah Al- Farabi, yang sapaan akrabnya al-Farabi itu adalah seorang filsuf Muslim pada  abad pertengahan yang banyak informasinya berasal dari para sejarawan Arab dari abad 10 hingga 13. Ia lahir pada tahun 259 H/872 M di Wasij dekat dengan provinsi Farab (sekarang Atrar) di Tukistan. Ayahnya adalah seorang jendral Persia dan ibunya berkebangsaan Turki.

Alfarabi merupakan filsuf muslim yang berhasil mencetuskan neoplatonisme beliau  hidup diantara  870 – 950 M. Pada masa Khalifah Al-mu’tamid 870-892 M Al-mu’tadid 892-902 M Al-muktafi 902-908 M.

Alfarabi dikenal dengan sosok filsuf muslim yang sering berkelana karena haus pada ilmu tuhan. Sehingga beliau berpindah-pindah dari satu tempat ketempat yang lain untuk mencari ilmu pengetahuan, menambah pengalaman dan memperluas wawasan.

Walaupun detail pendidikan awalnya masih kurang jelas, catatan sejarah menyebutkan bahwa Al-Farabi belajar logika di Baghdad dari para cendekiawan Kristen, seperti Yuhana Ibn Haylan (910 M) dan Abu Bisyr Mata (940 M), yang juga menerjemahkan karya-karya Aristoteles ke dalam bahasa Arab. Karena Baghdad merupakan penerus utama tradisi filsafat dan kedokteran Alexandria di dunia Arab, hubungannya dengan para guru ini membentuk hubungan awal antara warisan filsafat Yunani dan dunia Islam.

Harmonisasi antara filsafat dan agama merupakan tema penting yang telah dibahas oleh banyak tokoh sepanjang sejarah. Salah satu pemikirannya  yang mengajukan konsep harmonisasi ini adalah Al-Farabi, seorang filsuf Muslim abad ke-9. Dalam pandangannya, harmonisasi antara filsafat dan agama adalah mungkin, dan bahkan dapat saling melengkapi.

Al-Farabi berpendapat bahwa agama dan filsafat memiliki tujuan yang sama, yaitu mengarahkan manusia menuju pada kebaikan dan kebahagiaan. Meskipun metodenya berbeda, tujuan akhir keduanya adalah mencapai kebahagiaan abadi. Ia menekankan bahwa filsafat dapat membantu mengartikulasikan ajaran-ajaran agama secara rasional dan mendalam. Dengan merenungkan konsep-konsep filosofis, individu dapat memahami lebih dalam ajaran agama dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pandangan Al-Farabi, harmonisasi dapat dicapai dengan memahami bahwa ajaran agama dan prinsip-prinsip filsafat tidak selalu kontradiktif. Ia berpendapat bahwa filsafat adalah “ilmu yang paling sempurna” dan menciptakan dasar yang kuat bagi pemahaman tentang realitas. Namun, ia juga mengakui pentingnya agama dalam membentuk moralitas dan memberikan panduan etika bagi masyarakat.

Salah satu konsep utama Al-Farabi adalah konsep “Rajanya Filsuf”. Ia berpendapat bahwa pemimpin ideal adalah seorang filsuf-king yang memiliki pemahaman mendalam tentang filsafat dan agama. Pemimpin semacam itu akan mampu menggabungkan kebijaksanaan filosofis dengan nilai-nilai agama dalam mengambil keputusan yang menguntungkan masyarakat secara keseluruhan.

Namun, meskipun Al-Farabi berupaya menciptakan harmonisasi, pandangannya tidak selalu diterima oleh semua pemikir Muslim pada zamannya. Beberapa mengkhawatirkan bahwa penggabungan antara filsafat dan agama dapat memunculkan konflik atau bahkan mengurangi kedudukan agama.

Kesimpulannya, Al-Farabi mengusulkan pandangan yang mencoba menggabungkan ajaran agama dengan prinsip-prinsip filsafat demi mencapai harmonisasi. Meskipun konsep ini tidak selalu mudah diimplementasikan dan masih kontroversial, gagasan Al-Farabi tentang harmonisasi filsafat dan agama memiliki nilai dalam membuka dialog dan refleksi tentang bagaimana dua aspek penting ini dapat berkontribusi pada pandangan dunia dan kehidupan manusia.

Sehingga Islam tidak mudah terpecah belah walaupun banyak perbedaan pendapat dan keyakinan. Dalam ormas berbasis keislaman seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Salah satu organisasi yang masih menggunakan nilai toleransi yang tinggi dalam kehidupan sosial.

Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Orang Madura
Artikel

Mediapribumi.id — Ada bahasa yang dulunya disampaikan dengan…

Hari Santri