Pustaka

Peran KH. Asyiq Mukri dalam Perumusan Dasar Negara

Avatar
899
×

Peran KH. Asyiq Mukri dalam Perumusan Dasar Negara

Sebarkan artikel ini
Peran KH. Asyiq Mukri dalam Perumusan Dasar Negara
Cover Buku Risalah Pancasila

Resensi Buku Oleh: Amrullah, Gapura.

KH. Asyiq Mukri merupakan salah satu santri dari Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari yang berasal dari Pulau Bawean dan menempuh pendidikan di Pesantren Tebuireng bersama beberapa rekannya.
Pada masa itu, menjadi santri di Tebuireng secara tidak langsung berarti turut serta dalam gerakan perjuangan kemerdekaan, mengingat pesantren ini sering kali berhadapan dengan pemerintahan kolonial.

Pesantren Tebuireng kerap dianggap sebagai institusi yang mengeluarkan kebijakan kontroversial oleh pihak kolonial, terutama karena sikapnya yang membela kaum petani tebu yang mengalami penindasan. Selain itu, pesantren ini juga secara aktif menanamkan nilai-nilai nasionalisme kepada para santrinya melalui berbagai simbol perlawanan, seperti menyanyikan lagu Indonesia Raya, yang saat itu dianggap sebagai tindakan subversif, serta mengibarkan bendera Merah Putih, yang dikategorikan sebagai tindakan ekstremis oleh penguasa kolonial.

Meskipun menghadapi berbagai larangan dari pihak kolonial, Tebuireng tetap teguh dalam menanamkan semangat kebangsaan di kalangan santrinya. KH. Asyiq Mukri merupakan bagian dari aktivis santri yang turut serta dalam perjuangan tersebut. Ketika dibutuhkan dalam medan perang, mereka tidak ragu untuk terlibat secara langsung, dan ketika diperlukan dalam pemikiran strategis, mereka pun berperan aktif dalam proses intelektual perjuangan.

Menjelang kemerdekaan, KH Asyiq Mukri turut berkontribusi dalam perumusan dasar negara dengan menulis sebuah risalah tentang Pancasila yang dipersembahkan untuk bangsa dan negara. Substansi dari risalah tersebut telah disampaikan kepada KH. Wahid Hasyim, anggota BPUPKI, yang kemudian turut memperkaya konsep Pancasila yang kita kenal saat ini. Setelah menyerahkan risalahnya, beliau menganggap tugasnya telah selesai. Naskah tersebut kemudian tersimpan selama puluhan tahun, terlupakan, dan tidak pernah dikaji. Baru setelah lebih dari 70 tahun sejak ditulis pada 1945, risalah ini ditemukan kembali pada tahun 2022.

Karena Pancasila yang diusulkan oleh Bung Karno masih berupa rancangan awal dan belum sempurna, KH. Wahid Hasyim meminta KH. Asyiq Mukri untuk menyusun sebuah rumusan Pancasila guna menyempurnakan konsep yang telah dirancang sebelumnya. Dari sinilah lahir rumusan Pancasila versi KH. Asyiq Mukri.
Draf ini kemudian dibahas lebih lanjut oleh Bung Karno, Bung Hatta, dan KH. Wahid Hasyim hingga menghasilkan rumusan Pancasila yang lebih matang dan siap untuk didiskusikan. Selanjutnya, draf tersebut dibahas dalam rapat Panitia Kecil pada 22 Juni 1945, di mana salah satu perubahan signifikan adalah penggantian sila pertama dari Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Rumusan inilah yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta.

Ketika rumusan baru mendapat penolakan dari sebagian peserta, dalam sidang PPKI pada 18 Agustus 1945, Bung Karno meminta Bung Hatta untuk menyampaikan usulannya. Menanggapi hal tersebut, Bung Hatta kembali merujuk pada rumusan lama yang telah disusun oleh Soekarno, Hatta, dan KH. Wahid Hasyim. Namun, dalam penyampaiannya, Bung Hatta tidak menyebutkan secara spesifik tanggal perumusan Pancasila tersebut. Akhirnya, rumusan tersebut disepakati dan ditetapkan sebagai dasar negara, sebagaimana yang kita kenal saat ini.

Rumusan Pancasila merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang telah lama berkembang dalam masyarakat. Ia menjadi kesadaran kolektif dan milik bersama, sekaligus berperan sebagai falsafah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ideologi Pancasila bukan sekadar konsep akademis atau filosofis yang abstrak, melainkan sebuah ideologi yang bersifat praktis dan operasional dalam gerakan nyata.

Risalah yang ditulis dalam huruf Jawi atau aksara Pegon ini memiliki nilai penting dalam memperkaya pemahaman kita tentang sejarah lahirnya Pancasila serta memperdalam makna filosofisnya. Di dalamnya dijelaskan secara mendetail landasan syar’i Pancasila, yang memberikan perspektif segar bahwa Pancasila bukan hanya sekadar dokumen legal-formal yang kering dan profan, tetapi juga memiliki makna mendalam dengan dimensi spiritual dan sakral. Yang tak kalah menarik, pembaca akan disuguhkan dinamika progresif dalam perumusan Pancasila serta beragam spektrum pandangan yang menjadikannya sebuah karya prismatik yang kaya akan makna dan nuansa.

Risalah ini menyajikan Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara dengan menggambarkan latar belakang sejarahnya, pengalaman dalam penerapannya, serta berbagai tantangan yang dihadapinya, baik di masa lalu maupun di era modern.

Di antara berbagai rumusan Pancasila yang dirancang oleh para tokoh, jika ditinjau dari susunan dan substansinya, rumusan Pancasila yang disusun oleh KH. Asyiq Mukri merupakan yang paling mendekati versi final yang ditetapkan.
Risalah Pancasila karya KH. Asyiq Mukri memberikan kontribusi nyata bagi bangsa dan negara.

Bagi yang ingin mendalami risalah Pancasila, konsep Tampuk Lima, serta biografi KH. Asyiq Mukri—dilengkapi dengan lampiran naskah Arab Pegon yang beliau tulis—buku ini menjadi sumber berharga yang dapat membantu pembaca dalam menemukan wawasan dan pengetahuan baru.

Judul Buku: Risalah Pancasila
Penulis: KH. Asyiq Mukri
Penerbit: Qaf
Cetakan: Oktober 2024
Tebal: 252 halaman; Bookpaper
ISBN: 978-623-6219-94-2

Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hari Santri