Berita

PB PMII Tolak Revisi UU TNI, Sebut Ancaman bagi Demokrasi

Avatar
894
×

PB PMII Tolak Revisi UU TNI, Sebut Ancaman bagi Demokrasi

Sebarkan artikel ini
PB PMII Tolak Revisi UU TNI, Sebut Ancaman bagi Demokrasi

Mediapribumi.id, Jakarta — Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) menyuarakan penolakan tegas terhadap Revisi Undang-Undang (RUU) TNI yang tengah dibahas secara tertutup oleh Komisi I DPR RI dan pemerintah.

Pernyataan ini disampaikan melalui Bidang Keamanan dan Wilayah Perbatasan, Syahrul Bahri. Ia menilai proses pembahasan yang tidak transparan serta potensi kembalinya dwifungsi TNI dalam pemerintahan sipil merupakan ancaman serius bagi demokrasi Indonesia.

“Kami menolak keras proses pembahasan RUU TNI yang dilakukan secara tertutup di hotel mewah, jauh dari pengawasan publik, dan terkesan terburu-buru. RUU ini tidak hanya mengancam demokrasi, tetapi juga membuka jalan bagi TNI untuk kembali mengambil peran sipil yang seharusnya sudah diakhiri sejak reformasi 1998,” ujar Syahrul dikutip dari pmii.id. Senin (17/03/2025).

PB PMII menyoroti salah satu poin krusial dalam revisi ini, yakni penambahan jumlah lembaga sipil yang bisa diisi prajurit TNI aktif dari 10 menjadi 16.

Menurut Syahrul, hal ini berpotensi mengaburkan batas antara militer dan sipil serta menjadi langkah mundur bagi demokrasi yang telah diperjuangkan selama reformasi.

“RUU ini secara substansi mengancam kembalinya dwifungsi TNI, yang telah kita tolak pada 1998. Reformasi menetapkan bahwa TNI adalah alat negara yang bertugas mempertahankan kedaulatan, bukan terlibat dalam pemerintahan sipil,” tegasnya.

Selain itu, PB PMII juga mengkritisi rencana penambahan tugas non-perang bagi TNI, seperti penanganan masalah narkotika dan siber.

Meski secara hukum TNI tidak akan ikut dalam penegakan hukum narkotika, PB PMII menilai keterlibatan militer dalam ranah sipil tetap berpotensi mengganggu supremasi sipil.

“Masalah narkotika dan siber seharusnya tetap menjadi kewenangan lembaga-lembaga sipil seperti BNN dan BSSN. TNI seharusnya fokus pada tugas pertahanan negara,” tambah Syahrul.

Dia juga menyoroti terburu-burunya pembahasan RUU ini, yang ditargetkan rampung sebelum 21 Maret 2025. Menurutnya, tidak ada urgensi yang mendesak untuk mempercepat revisi ini.

“Tidak ada alasan untuk tergesa-gesa. Indonesia tidak sedang dalam kondisi darurat yang mengharuskan revisi UU ini disegerakan. Jika dipaksakan, kebijakan ini hanya akan melahirkan ketidakpastian dan berpotensi melanggar prinsip demokrasi,” katanya.

PB PMII mendesak agar pemerintah dan DPR lebih fokus pada modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) serta peningkatan kesejahteraan prajurit TNI, bukan memperluas fungsi mereka dalam jabatan sipil.

Sebagai penutup, Syahrul mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut mengawasi pembahasan RUU ini dan mendesak agar prosesnya dilakukan secara transparan.

“Kami mengajak semua pihak untuk bersama-sama memastikan bahwa revisi ini dibahas ulang dengan melibatkan publik dan para ahli, agar demokrasi dan supremasi sipil tetap terjaga di Indonesia,” pungkasnya.

Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hari Santri