Mediapribumi.id, Sumenep Mohammad Tabrani Soerjiwitjitro tokoh pergerakan dari Madura khsusunya Kabupaten Pamekasan yang dianugrahi gelar Pahlawan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, tepat pada Peringatan Hari Pahlawan, 10 November 2023 yang berlokasi di Istana Negara, Jakarta.
Penganugerahan gelar pahlawan ini berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 11/TK/ Tahun 2023 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional yang ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 06 November 2023.
Peran Mohammad Tabrani dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia terlihat dalam rekam sejarah sebagai salah satu aktor dibalik Kongres Pemuda sejak pertama hingga Kongres Pemuda kedua yang melahirkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
Dilansir dari okezone.com, Mohammad Tabrani lahir di Pamekasan pada 10 Oktober 1904 dari pasangan M. Soerowitjitro dan Siti Aminah. Ayah Tabrani merupakan seorang pegawai negeri sipil.
Pendidikan HIS Tabrani di Pamekasan pada tahun 1910, kemudian melanjutkan ke jenjang Mulo di Praban, Surabaya pada tahun 1917. Setelah tamat kemudian melanjutkan studinya di AMS Bandung.
Tahun 1923, dirinya pindah ke OSVIA di Semarang, setahun dijalani kemudian pindah ke OSVIA Bandung. Setelahnya, Tabrani belajar sejarah, hukum dan ekonomi di Rechts Hooge School.
Setelah Kongres Pemuda Pertama, Tabrani berangkat ke Belanda untuk belajar jurnalistik, namun cita-citanya teraebut tidak kesampaian, kemudian memilih bekerja di surat kabar harian De Telegraaf, Rotterdamsc Niewsblad dan Het Volk.
Sepulangnya dari Belanda, M. Tabrani jadi jurnalis dan aktivis pergerakan, dan mendirikan kursus murah di Pamekasan dengan beberapa mata pelajaran diantaranya pengetahuan umum, jurnalistik, bahasa Belanda, bahasa Perancis, bahasa Inggris, bahasa Jerman, mesin tulis, teknografi dan ilmu dagang.
Perjuangannya bermula sejak kelas 1 Mulo dirinya terpilih sebagai anggota Jong Java, Surabaya, setahun setelahnya ia menghadiri Kongres Jong Java di Solo.
Setelah pindah ke Bandung, Tabrani bergabung dengan organisasi pergerakan rahasia, Orde der Dienaren van Indie, sebuah organisasi yang beranggotakan 50 orang dengan visi kemerdekaan Indonesia, beberapa anggotanya termasuk Mohammad Yamin, Supomo dan Salmidi Mangunsarkoro.
Ketika pergerakan mencapai kemerdekaan semakin menguat, ada dua organisasi pemuda yang sangat kuat yakni Jong Java dan Jong Sumateranen Bond, dua organisasi ini pada bulan Desember 1925 membicarakan persatuan dan kesatuan pemuda.
Hasil dari pertemuan dua organisasi tersebut adalah kesepakatan untuk menghelat pertemuan Pemuda, kemudian dibentuk kepanitiaan, dan Jong Java mendapatkan mandat menjadi ketua panitia, sementara yang ditunjuk oleh Jong Java adalah anggotanya bernama Mohammad Tabrani yang pada saat itu berumur 22 tahun.
Sekretaris panitianya adalah Jamaluddin Adinegoro, perwakilan dari Jong Sumateranen Bond. Mohammad Yamin ditunjuk sebagai penceramah dalam perhelatan pertemuan pemuda tersebut.
Pertemuan pemuda ini dikenal dengan Kongres Pemuda Pertama yang dilaksanakan di Lapangan Banteng Loji Timur, Batavia, pada 30 April sampai 02 Mei 1926, seperti disampaikan oleh Muhidin M. Dahlan melalui kanal youtube mojokdotco.
Peran sentral Mohammad Tabrani adalah ketika memperjuangan politik bahasa untuk melahirkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan Indonesia.
Proses perjuangannya terlibat alot dalam perdebatannya dengan Mohammad Yamin yang bermula ketika Mohammad Yamin menjadi penceramah pada Kongres Pemuda Pertama tepatnya pada tanggal 02 Mei 1926, yang seharusnya pidatonya berjudul “Kemungkinan Perkembangan Bahasa dan Kesusastraan Indonesia dimasa Mendatang”.
Namun, Mohammad Yamin tidak membicarakan judul tersebut, dirinya membicarakan tentang kemungkinan bahasa Jawa dan Melayu sebagai bahasa pemersatu.
Setelah Kongres Pemuda Pertama, kemudian dibentuk tim untuk menyusun resolusi pemuda yang akan dibawa ke Kongres Pemuda Kedua, tim tersebut diantaranya Mohammad Yamin, Mohammad Tabrani, Jamaluddin Adinegoro dan Sanusi Pane.
Setelah rumusan resolusi tersebut disusun, poin pertama dan kedua yang berisi:
“Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia”.
“Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia”.
Kemudian pembahasan menjadi alot memasuki poin ketiga, hal tersebut terjadi ketika Mohammad Yamin mengusulkan “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Melayu”. Tabrani menolak usulan ini dengan mengusulkan Bahasa Indonesia, bukan Bahasa Melayu.
Kemudian Mohammad Yamin membantah karena menurutnya Bahasa Indonesia tidak ada dan tidak pernah eksis, harusnya bahasa yang akan dijadikan bahasa pemersatu adalah bahasa yang sudah eksis dan sudah menjadi lingua franca yakni Bahasa Melayu. Bahkan Mohammad Yamin menuding Mohammad Tabrani sebagai pelamun akut.
Mohammad Tabrani menjawab tudingan Mohammad Yamin tersebut dengan mengatakan bahwa sekarang sedang mencari bahasa pemersatu, jika belum ada maka harus diterbitkan, dan jika menggunakan bahasa satu bangsa yang akan dijadikan bahasa pemersatu, maka akan menimbulkan supremasi satu bahasa terhadap bahasa yang lain, bahasa pemersatu harusnya seluruh bangsa nyaman menggunakannya.
Pada saat itu, secara kuantitas, Mohammad Tabrani kalah karena Mohammad Yamin bersama Jamaluddin Adinegoro. Situasi berubah setelah Sanusi Pane yang merupakan perwakilan dari Jong Bataks Bond mendukung usulan Mohammad Tabrani yakni usulan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu.
Efek perdebatan yang tidak kunjung usai tersebut menyebabkan bahasa persatuan tidak menemukan kesepakatan, kemudian disepakati untuk dibahas pada Kongres Pemuda Kedua.
Karena situasi pemberontakan PKI pada bulan November 1926 semua pergerakan rakyat tiarap, kemudian setelah Pemerintah Kolonial Hindia Belanda merasa mampu mengendalikan keadaan, resolusi persatuan yang digagas oleh para pemuda pergerakan tersebut dibahas kembali, dan pada saat itu, Mohammad Yamin menyepakati bahasa persatuan adalah Bahasa Indonesia.
Kesepakatan tersebut kemudian dibawa dan dikukuhkan pada Kongres Pemuda Kedua yang dikenal dengan nama Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, yang berisi:
Pertama: “Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia”.
Kedua: “Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia”.
Ketiga: “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
Sumpah pemuda ini, yang kemudian juga dikenal sebagai hari lahirnya Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan Indonesia, dan Mohammad Tabrani dikenal sebagai Bapak Bahasa Indonesia.
Wacana Bahasa Indonesia, mula-mula dicetuskan oleh Mohammad Tabrani dalam tulisannya yang berjudul “Kasihan” di Majalah Hindia Baru pada 10 Januari 1926, setelahnya ia menulis di Majalah yang sama yang berisi perlunya bahasa baru untuk mempersatukan.
Uraian diatas menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa baru yang diciptakan oleh para pemuda pendiri bangsa yang dimotori oleh Mohammad Tabrani.
Saat itu, bahasa ini ketika dibawa dimuka umum, dianggap subversif oleh Pemerintah Kolonial, dan Bahasa Indonesia adalah Bahasa Perlawanan mencapai kemerdekaan Indonesia.
Diketahui, pada peringatan Hari Pahlawan tahun 2023, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, selain Mohammad Tabrani, juga menganugerahkan tokoh lain sebagai pahlawan, berikut nama-namanya:
1. Alm. Ida Dewa Agung Jambe, tokoh dari Provinsi Bali,
2. Alm. Bataha Santiago, tokoh dari Provinsi Sulawesi Utara,
3. Alm. Mohammad Tabrani, tokoh dari Provinsi Jawa Timur,
4. Alm. Ratu Kalinyamat, tokoh dari Provinsi Jawa Tengah,
5. Alm. K.H. Abdul Chalim, tokoh dari Provinsi Jawa Barat, dan
6. Alm. K.H. Ahmad Hanafiah, tokoh dari Provinsi Lampung.