Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto telah menggulirkan kebijakan pembentukan Koperasi Desa (Kop Des) Merah Putih, sebuah inisiatif yang bertujuan memperkuat ekonomi desa sekaligus mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG). Dengan target membentuk koperasi di 70.000 hingga 80.000 desa.
Kebijakan ini mengandalkan pendanaan utama dari Dana Desa, didukung pula oleh Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) melalui skema cicilan 3-5 tahun. Kebijakan ini mencakup tiga model: revitalisasi koperasi lama, penguatan koperasi aktif, dan pembentukan koperasi baru. Pendanaan diperkirakan mencapai Rp 3-5 miliar per desa, dengan Dana Desa sebagai sumber utama (sekitar Rp1 miliar per tahun selama 5 tahun) dan pinjaman awal dari Himbara yang akan dicicil.
Seperti yang disampaikan Budi Arie (Menteri Koperasi) “bahwa Koperasi Desa Merah Putih dirancang sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan mengatasi persoalan ekonomi di pedesaan.” Lebih Lanjut Budi Arie mengatakan “Selain menjadi motor penggerak ekonomi desa, Koperasi Desa Merah Putih juga diharapkan mampu mengatasi jeratan pinjaman online (pinjol), tengkulak, dan rentenir yang selama ini membebani masyarakat desa.” Budi Arie menegaskan “bahwa koperasi ini akan memberikan akses permodalan yang lebih sehat dan berkeadilan bagi masyarakat desa.”
KopDes Merah Putih dapat tanggapan beragam ditengah Masyarakat, terutama Kepala Desa Sendiri yang menjadi Penggerak dari Kebijakan ini, beberapa Kepala Desa di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah Menolak Kehadiran KopDes Merah Putih mereka Menilai Kopdes Meras Putih Akan menghambat Program di Desa yang sudah berjalan. dan beberapa Kades Menilai bahwa Kopdes Merah Putih akan tumpang tindih dengan BUMDES.
Dalam tulisan ini saya lebih Fokus meninjau KopDes Merah dalam Tinjauan keadilan Distributif Ekonomi Islam, bukan Pro kontra Kebijakan Kopdes Merah Putih.
Keadilan distributif merupakan salah satu prinsip fundamental dalam ekonomi Islam yang bertujuan menciptakan keseimbangan sosial dan ekonomi. Berbeda dengan sistem kapitalis yang cenderung memicu kesenjangan atau sistem sosialis yang seringkali mengabaikan insentif individu, ekonomi Islam menawarkan pendekatan tengah (tawazun) yang menjamin hak individu tanpa mengorbankan kepentingan kolektif.
Umer Chapra salah seorang pemikir dan Tokoh Ekonomi Islam Menekankan Bahwa keadilan Distributif (distributive justice) bukan sekadar konsep moral, tetapi mekanisme struktural yang harus diintegrasikan dalam sistem ekonomi. Berbeda dengan pendekatan Barat yang memisahkan ekonomi dari nilai-nilai etika, Chapra berargumen “bahwa Islam menawarkan solusi nyata untuk ketimpangan melalui prinsip syariah dan instrumen keuangan yang inklusif.”
Lantas, sejauh mana Koperasi Desa Merah Putih nantinya dapat merealisasikan nilai-nilai keadilan distributif ekonomi Islam? Tulisan ini akan mengkaji praktik koperasi tersebut melalui lensa maqashid syariah (tujuan syariah) dan prinsip keadilan dalam Islam.
Pada Dasarnya Ekonomi Islam menolak penumpukan kekayaan pada segelintir orang dan mendorong distribusi yang merata. Konsep keadilan distributif dalam Islam tercermin Dalam hal berikut ini, Pertama Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) merupakan Mekanisme wajib dan sukarela untuk mengurangi kesenjangan.
Kedua Pelarangan Riba Mencegah eksploitasi ekonomi terhadap kelompok lemah, ketiga Kebijakan Pasar yang Adil Larangan monopoli dan spekulasi yang merugikan masyarakat.
Dan terakhir adalah Kepemilikan Publik atas Sumber Daya Strategis Air, tanah, dan energi harus dikelola untuk kemaslahatan bersama.
Bung Hatta selain dikenal sebagao Bapak Proklamator beliau juga dikenal sebagai Bapak Koperasi menekankan Bahwa Koperasi yang pelaksanaanya dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota” dengan semangat dengan Gotong Royong dan Koperasi adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadlikan sosial.
Pada Prinsipnya Tujuan Koperasi sejalan dengan Keadilan Distributif ekonomi Islam, Nantinya Kopdes Merah Putih istiqomah dalam melaksanakan hal hal berikut ini :
1. Pemerataan Kepemilikan Modal
Koperasi Desa Merah Putih memungkinkan masyarakat desa ( petani, nelayan, dan UMKM) bergabung dengan modal terjangkau. Dalam ekonomi Islam, hal ini selaras dengan prinsip al-musawa (kesetaraan) di mana setiap orang berhak atas kesempatan ekonomi tanpa diskriminasi.
2. Bagi Hasil yang Adil (Profit-Sharing)
Berbeda dengan sistem bunga bank yang dilarang dalam Islam, koperasi harus menerapkan bagi hasil berdasarkan kontribusi anggota. Mekanisme ini mirip dengan mudharabah atau musyarakah dalam fiqh muamalah, di mana keuntungan dan risiko dibagi secara proporsional.
3. Pemberdayaan Kelompok Rentan (Mustadh’afin)
Koperasi ini nantinya harus aktif memberikan pelatihan dan akses pemasaran bagi perempuan dan pemuda desa. Ini sejalan dengan prinsip keadilan sosial (al-‘adalah al-ijtima’iyyah) dalam Islam, yang menekankan pemberdayaan mustadh’afin (kelompok lemah).
4. Pengelolaan Sumber Daya Lokal
Dengan memanfaatkan potensi desa seperti Nelayan, Pertanian dan Kerajinan Tangan koperasi mendorong kemandirian ekonomi tanpa ketergantungan pada sistem kapitalistik yang seringkali eksploitatif.
Koperasi Desa Merah Putih nantinya memiliki fondasi yang kuat untuk mewujudkan keadilan distributif ekonomi Islam jika dikelola dengan prinsip syariah yang kokoh. Dengan memperkuat aspek transparansi, pendidikan anggota, dan kolaborasi dengan ekosistem keuangan Islam, koperasi ini dapat menjadi model perekonomian berkeadilan yang berdampak luas bagi kesejahteraan desa.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
*”Orang-orang yang mengurus kebutuhan masyarakat dengan baik akan mendapat tempat terbaik di sisi Allah.”* (HR. Muslim).
Koperasi bukan sekadar badan usaha, tetapi instrumen untuk mencapai maslahah (kebaikan bersama)—sebuah cita-cita ekonomi Islam yang inklusif dan berkeadilan. Kita tunggu saja berdirinya Koperasi Desa Merah Putih Di Desa yang kita cinta ini.
Catatan: Minhadzul Abidin (Ketua Ziswaq Abu Hurairah)