Berita

Komnas Perempuan Nilai KDRT di Sumenep Sebagai Femisida

Avatar
831
×

Komnas Perempuan Nilai KDRT di Sumenep Sebagai Femisida

Sebarkan artikel ini
Komnas Perempuan Nilai KDRT di Sumenep Sebagai Femisida
Siti Aminah Tardi, Komisioner Komnas Perempuan.

Mediapribumi.id, Sumenep — Kasus kekerasa dalam rumah tangga (KDRT) di Sumenep, Jawa Timur yang menyebabkan terbunuhnya seorang istri NS (27) oleh suaminya AR (28) mengejutkan publik.

Menurut Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, kejadian pertama, pelaku melakukan KDRT, tepat pada hari Sabtu tanggal 22 Juni 2024, sekira pukul 11.00 WIB, di rumah mertua korban, di Dusun Birampak Desa Jenangger.

Kejadian kedua, pada hari Jum’at tanggal 04 Oktober 2024, sekira pukul 01.00 WIB, pelaku kembali berulah, didalam kamar rumah tersangka.

Kemudian, pada hari Sabtu tanggal 5 Oktober 2024, sekira pukul 16.30 WIB, korban telah dinyatakan meninggal dunia di Puskesmas Kecamatan Batang-Batang.

Kasus tersebut, mendapatkan respon dari Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, ia mengaku turur prihatin.

“Kasus ini merupakan femisida dalam relasi intim perkawinan, dan merupakan puncak dari kekerasan KDRT yang dialaminya,” katanya, kepada wartawan di Jakarta. Senin (07/10/2024).

Menurutnya, femisida merupakan pembunuhan yang dilakukan lantaran peran jenis kelamin atau gendernya yang harus memenuhi kebutuhan seksual dan tidak boleh menolak. Selain itu, kekerasan juga dilakukan berulang.

“Disebut sebagai femisida karena pertama dilakukan dengan alasan peran gender perempuan yang harus memenuhi kebutuhan seksual dan tidak boleh menolak suami. Kedua ada riwayat kekerasan sebelumnya,” jelasnya.

Atas tindakannya tersebut, Siti menerangkan, pelaku bisa dijerat dengan Pasal 44 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp 45 juta.

“Di Indonesia memang belum tersedia tindak pidana dengan nama femisida, namun penghilangan nyawa perempuan dapat dijangkau dengan tindak pidana pembunuhan atau penganiayaan yang menyebabkan kematian,” imbuhnya.

Lebih lanjut, setiap kekerasan, khususnya kekerasan fisik dari KDRT berpotensi femisida. Sehingga, ia mengimbau agar korban segera diberikan bantuan.

“Selain penindakan terhadap pelaku, yang penting diinformasikan kepada publik termasuk keluarga bahwa setiap kekerasan khususnya kekerasan fisik KDRT itu berpotensi femisida. Karenanya ketika terjadi kekerasan, segera berikan bantuan dan dukungan kepada korban untuk segera keluar dari siklus kekerasan,” tukasnya.

Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hari Santri