Dr. Nurwidodo, M.Kes.
Kepala LMT FKIP UMM, Pengurus Pusat ALSI dan Ketua LSPTM se-Indonesia
Opini, mediapribumi.id — Guru profesional alumni Pendidikan Profesi Guru (PPG) saat ini mendapat amanah untuk menyiapkan generasi emas tahun 2045. Generasi emas tersebut saat ini sedang berada dalam pendidikan di sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah pertama. Mereka disebut Generasi Z atau Gen-Z. Pada tahun 2045 nanti mereka berusia antara 25 sampai 50 tahun dan memasuki usia produktif sebagai tenaga kerja. Diharapkan mereka memiliki posisi dan peranan penting dalam dunia kerja sebagai manager atau pimpinan dengan gaji tinggi sehingga memiliki kesempatan menabung dengan nilai tabungan yang signifikan. Nilai tabungan mereka itulah yang dijadikan sebagai salah satu indikator keunggulan kompetitif suatu Negara. Bilamana skenario ini terjadi maka peran dari generasi emas akan terwujud.
Pendidikan, sekolah, dan guru mendapat peran sentral untuk mewujudkannya. Sementara itu, generasi emas yang diharapkan, saat ini berada dalam situasi terpapar oleh berbagai tantangan, utamanya perkembangan IPTEK dalam bentuk revolusi industri 4.0 (RI 4.0).
Paparan atas RI 4.0 terhadap perkembangan anak bisa menjadi faktor pendorong positif, tetapi juga bisa (malahan) sebaliknya. Peran guru diharapkan mampu mengarahkan perkembangan anak terdukung oleh RI 4.0 menuju pada optimasi potensi sehingga pada saatnya nanti mereka siap dan tanggap terhadap tugas menjadi generasi emas dengan peran ekonomi dan social sebagaimana diharapkan.
Tantangan yang dihadapi oleh generasi emas sangat kompleks, tidak hanya kemandirian tetapi juga keunggulan ilmu, keterampilan, nilai, status social dalam pekerjaan dan kemampuan finansialnya. Semuanya itu hanya mungkin dapat diraih bilamana riwayat pendidikannya baik, kemampuan berpikir kritis dan kreativitasnya unggul, kemampuan komunikatif dan kolaboratifnya terpelihara dengan baik. Untuk mewujudkan generasi emas tersebut dibutuhkan guru yang mampu memberdayakan kemampuan 4C.
Sebelum memberdayakan siswa, guru itu sendiri yang harus memberdayakan dirinya sendiri terhadap 4C, TPACK dan HOTS. Guru dengan demikian wajib menguasai dan menerapkan pembelajaran modern yang bersendikan pada penguasaan terhadap teknologi atau TPACK, berkemampuan memberdayakan keterampilan berpikir HOTS dan menumbuhkan kemampuan 4C pada siswanya.
Siswa yang akan menjadi generasi emas di tahun 2045, membutuhkan proses menjadi generasi unggul dari rahim pendidikan yang desiminasinya diperankan oleh guru dan sekolah. Generasi yang sangat diharapkan unggul tersebut saat ini disebut Gen-Z.
Gen-Z yang saat ini baru lahir, menghadapi dunia yang sudah berkembang sedemikian rupa sehingga disebut dengan Gen-Z. Mereka tumbuh dengan lingkungan teknologi digital, internet, dan media sosial sebagai bagian integral dari hidup mereka. Adapun karakteristik Gen-Z dikenal sebagai generasi yang lebih terbuka terhadap berbagai hal, seperti isu-isu sosial dan lingkungan, multikulturalisme, serta kemajuan teknologi.
Gen-Z dan ciri-cirinya yang selanjutnya yaitu mereka cepat belajar, sebab akses informasi yang terbuka luas. Sehingga, Gen-Z menjadi lebih cepat belajar daripada generasi yang sebelumnya. Gen-Z bisa mempelajari informasi hanya dengan melalui internet, yang mana terus berkembang seiring berjalannya waktu.
Sejak mereka lahir, internet dan telepon seluler (sebagian besar) sudah menjadi hal yang lumrah.
Gen-Z menginginkan kepuasan instan dan mereka tahu jika mereka membutuhkan informasi, itu mudah diakses. Karena terhubung membuat komunikasi hampir tidak terbatas, tidak jarang anggota Gen-Z memiliki teman di seluruh dunia. Bagi banyak orang, berkomunikasi dengan seseorang di belahan dunia lain mungkin lebih mudah daripada berkomunikasi dengan kerabat yang lebih tua di meja makan selama acara jamuan makan.
Telepon seluler digunakan, pertama dan terutama, untuk tujuan hiburan. Anggota generasi ini masih lebih suka melakukan kontak manusia secara tatap muka bila memungkinkan, terutama dengan orang yang mereka kenal. Gen-Z melakukan banyak riset online dan perusahaan yang mencoba menjangkau grup ini akan dilayani dengan baik untuk menarik mereka melalui cara online dibandingkan dengan metode cetak, radio, atau televisi kuno. Mereka meneliti perusahaan secara online, dan mengandalkan ulasan pengguna untuk mendukung insting mereka tentang perusahaan sebelum mereka benar-benar berbisnis dengan mereka.
Karakter Gen-Z yang selanjutnya adalah suka berkomunikasi secara maya atau melalui media sosial (medsos). Mereka dapat berkomunikasi dengan semua kalangan. Gaya berkomunikasi generasi ini lebih banyak menggunakan berbagai macam jejaring sosial yang semakin merebak di dunia internet. Hal ini secara tidak langsung menyebabkan mereka dapat berkomunikasi dan berekspresi secara spontan sehingga terkadang seolah bertindak atau berkata tanpa sopan dan santun. Kondisi ini menjadi tantangan tersediri bagi guru yang mengemban misi menumbuhkan karakter.
Karakter Gen-Z yang dapat belajar dengan mudah melalui media social menjadikan guru bukan sebagai sumber belajar utama. Peran guru dalam pembelajaran bisa digantikan oleh media social. Oleh karena itu, peran guru bisa bersaing, bilamana guru selalu up to date terhadap perkembangan, maka kesetiaan hubungan edukatif akan terjaga dengan baik, namun sebaliknya bila guru tertinggal atas kemajuan IPTEK maka guru akan ditinggalkan. Oleh karena itu, guru dituntut untuk mampu menghadirkan pembelajaran modern yang antisipatif terhadap tuntutan masa depan siswa saat ini.
Pembelajaran modern artinya pembelajaran yang antisipatif terhadap tuntutan masa depan. Pembelajaran modern tentu saja harus inovatif. Pembelajaran inovatif saat ini adalah pembelajaran yang menghadirkan masalah sebagai entry point yang harus ditindak lanjuti dengan langkah-langkah mengupayakan solusi atas problem yang dihadapi. Pembelajaran modern bersendikan paham atau filosofi konstruktivistik yang membangun pengetahuan melalui proses rekonstruksi pengetahuan dan pengalaman awal menjadi pengetahuan baru berkategori lanjut atau advance hasil konstruksi kognitif dan psikomotorik yang dilakukan.
Sebagai pengetahuan awal (prior knowledge) yang mereka miliki kedalam konsep baru yang direkonstruksikannya sendiri dalam bentuk upaya (rencana aksi), pelaksanaan rencana aksi, monitoring, dan evaluasi sampai dengan rencana tindak lanjut. Rencana tindak lanjut merupakan representasi dari fase ekspansi dari teori konstruktivisme. Paham lain yang mendukung pembelajaran inovatif adalah pandangan transformatif yang memandang belajar sebagai proses transformasi yang menghendaki terjadinya pemaknaan kembali terhadap suatu pengalaman atau tindakan yang didasarkan pada pembaharuan atau revisi pemahaman yang sudah dimiliki sebelumnya.
Dapat disimpulkan bahwa Gen-Z menghendaki pembelajaran yang bermakna dan unggul untuk mengembangkan potensi dirinya, baik kognitif, psikomotorik maupun afektifnya. Keunggulan potensi diri ini sangat diperlukan Gen-Z agar dapat menjelma menjadi generasi emas tahun 2045. Apabila terjadi kegagalan dalam membaca dan memenuhi kebutuhan belajar mereka maka dapat berakibat pada kegagalan menyiapkan Gen-Z menjadi generasi emas.
Adalah guru, orang pertama yang akan menerima tuduhan gagal mengajar, gagal menyiapkan dan kegagalan lainnya. Sebelum hal itu terjadi, maka marilah kita tingkatkan pemahaman, kita tingkatkan komitmen, dan kita tingkatkan keterampilan terhadap pembelajaran modern dan inovatif. Ada baiknya setelah lolos dalam PPG dan memperoleh predikat baru sebagai guru professional, maka segera bergabung dengan guru penggerak, langkah berikutnya adalah selalu meng update kemampuan dan memelihara atau membina profesi melalui Lesson Study for Learing Community (LSLC). Guru sebagai pebelajar sepanjang hayat adalah suatu keharusan profesi.