Example floating
Example floating
Opini

Dinamika Dukungan Politik di Pilkada Sumenep: Peran Fanatisme Kelompok, Strategi Kampanye, dan Alumni Pesantren

768
×

Dinamika Dukungan Politik di Pilkada Sumenep: Peran Fanatisme Kelompok, Strategi Kampanye, dan Alumni Pesantren

Sebarkan artikel ini
Dinamika Dukungan Politik di Pilkada Sumenep: Peran Fanatisme Kelompok, Strategi Kampanye, dan Alumni Pesantren
Ilustrasi (foto tajdid.id)

Oleh : Nafidatul Jannah, Elsaday Sihombing, Zehroh (Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura)

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Sumenep, menjadi ajang yang menarik untuk diamati, terutama karena dinamika dukungan politik yang begitu kompleks. Faktor-faktor seperti fanatisme kelompok, pendidikan, generasi pemilih, hingga jaringan alumni pesantren memainkan peran penting dalam menentukan arah dukungan masayarakat.

Dalam suatu ajang pemilihan, perbedaan dukungan merupakan hal yang wajar. Menurut Nurussyamsi salah satu faktor yang memengaruhi perbedaan dukungan adalah fanatisme kelompok “Mungkin salah satunya fanatisme kelompok. Pendidikan dan lingkungan juga berpengaruh,” ujar Nurussyamsi, ketua KPU di Sumenep. Hal ini menunjukkan bagaimana faktor budaya dan sosial dapat memengaruhi prefrensi politik masyarakat.

Dari segi demografi, generasi milenial menjadi kelompok yang mendominasi dalam partisipasi Pilkada. “Generasi milenial atau usia 27 sampai 40 tahun yang paling banyak berpartisipasi. Kalau generasi Z, mereka juga ikut, tapi tidak sebanyak itu karena mungkin banyak yang kuliah di luar daerah,” jelas Nurussyamsi. Fakta ini menunujukkan adanya perbedaan pola partisipasi berdasarkan usia, dimana milenial lebih aktif dibandingkan generasi yang lebih muda.

Selain itu perbedaan daerah dan jaringan alumni pesantren juga mempengaruhi dukungan masyarakat di Sumenep. “Kalau wilayah selatan, rata-rata alumni Annuqayah. Sedangkan di wilayah Dungkek, lebih banyak alumni Aswaj,” ungkapnya. Alumni pesantren memainkan peran sebagai simpul sosial yang kuat dalam membentuk opini dan prefrensi politik masyarakat Sumenep.

Dari segi geografis, dukungan masyarakat cenderung merata di seluruh wilayah. “Dari 27 kecamatam dan 334 desa, dukungannya cenderung seimbang. Tidak ada perbedaan yang mencolok,” tambah Nurussyamsi. Hal ini menunjukkan bahwa kedua pasangan calon berhasil meraih simpati dari berbagai lapisan masyarakat tanpa ada dominasi yang signifikan di wilayah tertentu.

Dalam hal strategi kampanye, kedua pasangan calon menggunakan metode yang hampir serupa. “Kampanye kedua paslon itu mirip-mirip saja. Ada sholawatan, mini konser, dan ngaji bareng untuk menarik simpati,” jelas Nurussyamsi. Pendekatan berbasis agama ini dianggap relevan dengan karakter masyarakat Sumenep yang relegius.

Meskipun kedua pasangan calon memiliki visi-misi yang sama-sama kuat, masyarakat lebih cenderung mendukung paslon nomor 2. Namun, alasan di balik kecenderungan ini sulit dijelaskan secara pasti. “Saya kira ini kembali ke masyarakat. Mereka melihat rekam jejak kandidat. Keduanya punya kapasitas yang baik, tapi bagaimana masyarakat menilai itu sepenuhnya objektif,” jelas Nurussyamsi.

Pilkada Sumenep memperlihatkan bagaimana elemen-elemen sosial, budaya, dan agama saling berinteraksi dalam membentuk arah politik masyarakat. Fanatisme kelompok, jaringan alumni pesantren, dan strategi kampanye yang relevan menjadi faktor utama yang memengaruhi dinamika dukungan politik.

Hari Santri Google News
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *