Opini

Pendidikan dalam Cengkeraman AI

Avatar
996
×

Pendidikan dalam Cengkeraman AI

Sebarkan artikel ini
Pendidikan dalam cengkeraman AI

Oleh : Hayat Abdurahman (Kader PMII Kota Malang)

Suatu hal yang menyebabkan kegelisahan akademisi, tenaga pendidik, dan perguruan tinggi dalam bingkai pendidikan hari ini, bagaimana hal mendidik, menyampaikan pengetahuan, dan memberikan arahan tetap di terima dengan baik oleh mahasiswa dan melaksanankannya dengan bijak serta bagaimana mahasiswa mampu memecahkan masalah yang ia hadapi dengan pola pikir yang benar.

Seiring berjalannya waktu peran teknologi makin menjadi-jadi dalam menjembatani serta membantu penuh dalam urusan mendapatkan pengetahuan, tugas kuliah dan kebutuhan kuliah, terlebih pembelajaran di kelas. Peserta didik, di ruang pekerjaan, dan di lingkungan siswa sekalipun, kurang mampu memanfaatkan dengan aktif pikirannya sendiri, ia masih tergantung dengan Artificial Intelelligence dan ChatGPT.

Hal baik peran teknologi memang banyak membantu untuk pendidikan, tapi dengan harapan, peserta didik bisa mendapatkan banyak pengetahuan serta inovasi baru. Tidak lepas dengan visi besar negara mencerdaskan kehidupan bangsa. Negara yang maju adalah yang pendidikannya baik dan berkualitas dari segi tenaga pendidik yang konsisten mengasah ketajaman berpikirnya dan menyesuaikan perkembangan zaman dalam metode mengajarnya.  

Ruang belajar peserta didik saat ini dilingkari AI dan ChatGPT, menghasut dan menghipnotis suatu proses pembelajaran. Poin penting yang harus di ingat adalah mengolah pikiran agar terus terasah untuk berpikir kritis dan membentuk karakter peserta didik, mengetahui kekurangan, dan menciptakan lingkungan yang mendukung untuk perkembangan peserta didik dari pengetahuan dan minat bakatnya.

Masalah yang kita hadapi saat ini tidak lepas dengan budaya yang kerap kali kita kurang sadar dengan hal-hal mengingat, berkomunikasi, dan bertukar pikiran, serta menangkap suatu percakapan. Berdialektika memerlukan proses berpikir dan berpikir akan mengolah argumen secara terstruktur untuk disampaikan. Sebagai peserta didik, coba ingat kembali, memori kita berdiskusi dengan teman sejawat, mahasiswa atau dosen ketika membahas suatu hal dan memecahkan persoalan. Tentu, akan terasa lebih mudah untuk mengingatnya.

Saat ini, dari tingkatan sekolah maupun perguruan tinggi, beberapa peserta didik masih ketergantungan pada AI dan ChatGPT, ini bukan soal benar dan salahnya, tapi bagaimana kita belajar kembali untuk mendapatkan suatu jawaban yang matang dan kredibel dalam kunci jawabannya. Adanya AI pun untuk membantu proses belajar, mengolah pikiran kita agar matang dengan dibuktikan membaca referensi, buku-buku, dan situs yang diakui keabsahannya.  

Ungkapan Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains & Teknologi Prof. Stella Christie yang disampaikan di Metro TV menurut penelitian dan bukti-bukti sains ”Bahwa yang membuat manusia bertumbuh pemikirannya, berkembang pemikirannya itu adalah nomor satu berkomunikasi dan berbicara satu sama lain.” Dari hal ini kita bisa rasakan bersama suatu informasi dan pengetahuan yang kita tangkap secara langsung untuk bisa menyampaikan kembali kepada teman bicara, itu adalah suatu bentuk interaksi, melatih daya ingat dan menyimpannya di memori otak kita.

Semakin kita ketergantungan pada AI atau Chat GPT dalam kebutuhan belajar, hal itu tidak bertaham lama, karena belajar kita pasif, sehingga di waktu tertentu untuk kita mengingatnya kembali dan diperlukan lagi nantinya akan sulit untuk menjelaskan. Suatu kerugian yang sangat besar jika pengetahuan yang kita dapat hanyalah bertahan sementara dan tidak bisa kita gunakan di masa lampau. Memori otak tidak kuat untuk mengingat hal-hal yang sudah tersimpan lama sehingga ditimbun, menumpuk dengan kebutuhan informasi, dan pengetahuan yang kita dapat secara pasif dari AI ataupun Chat GPT.

Prof. Stella Christie juga mempertegas yang harus kita tau dari Artificial Intelelligence ”Pertama, batas dari Artificial Intelelligence, kekurangan-kekurangan Artificial Intelelligence, dan yang paling penting sekali, kita juga tidak tau masalah apa yang bisa dipecahkan oleh Artificial Intelelligence dan masalah apa yang bisa dipecahkan oleh Artificial Intelelligence.” ungkapnya. Kita kurang mengerti juga tentang data bias yang diperoleh oleh AI (ketikdak akuratan data) tentu perlu amati dan pelajari kembali.

Satu hal yang jangan sampai dihilangkan dari budaya kita sebenarnya, adalah berdiskusi, berdialektika, dan memperkuat literasi untuk pola dikir dan daya ingat kita jadi tinggi untuk terus mengasah ketajaman berpikir, dengan memanfaatkan teknologi yang sudah berkembang ini untuk tetap aktif berpikir kritis dan berpikir kreatif.

Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hari Santri