Menggalakkan STEM-Lesson Study di LPTK, Mungkinkah?
Dr. Nurwidodo, M.Kes.
(Kepala LMT FKIP UMM, Pengurus Pusat ALSI dan Ketua LSPTM)
Opini, mediapribumi.id — Keputusan yang tepat dan antisipatif terhadap masa depan ketika Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) memilih STEM berbasis Lesson Study (STEM-LS) dalam program akadmiknya. STEM-LS adalah suatu keharusan di LPTK, terutama di FKIP UMM. Dimulai dari Prodi Pendidikan Profesi Guru (PPG), selanjutnya semua Prodi akan didorong untuk menerapkan STEM berbasis Lesson Study, prioritasnya pada matakulah yang mengandung konten STEM.
Pengalaman LS sudah dimulai sejak tahun 2018 tidak hanya berkaitan dengan pelaksanaan program Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) tetapi juga penyelenggaraan matakuliah pedalaman materi, Di matakuliaah microteaching, semua prodi sudah menerapkan LS. Pada mata kuliah yang mengndung unsur teknologi perlu segera menerapkan STEM.
Keputusan yang dinilai tepat ini didasarkan atas beberapa pertimbangan. Pertama, perkembangan teknologi dalam bentuk revolusi industri akan terus maju kedepan dengan irama yang semakin cepat, Kedua, pada umumnya dunia pendidikan mengalami ketertinggalan dan tidak mampu mengimbangi perkembangan revolusi idustri. Ketiga, melalui Society 5,0 ada harapan penyesuaian kompetensi alumni LPTK berseiring atau menyesuaikan diri dengan revolusi industi.
Selanjutnya, keempat adalah tuntutan dari pada Society 5.0 adalah hendakknya sekolah menghasilkan lulusan yang mampu menjadi pencipta pengetaahuan (knowledge creator). Kelima, sementara itu terdapat ironi yang mengkawatirkan, yaitu terjadinya loss learning baik oleh pandemic covid 19 maupun oleh praktek pembelajaran palsu (pseudo teaching). Keenam, akibat dari loss learning ini paling tidak 80% siswa tidak paham terhadap konsep atau konten kurikulum. Ketujuh, pemberdayaan kemampuan berpikir HOT tidak berjalan dengan baik. Kedelapan, institusi pendidikan pada umumnya dan LPTK pada khususnya perlu memerankan diri dalam Society 5.0 melalui kebijakan dan praktek pembelajarannya. Kesembilan, kebijakan institusi LPTK untuk menerapkan STEM-LS menunjukan dukungan positif yang dapat mendorong perubahan mindset dosen dan mahasiswanya terhadap RI 4.0 dan Society 5.0 dalam bingkai menjawab tantangan hidup abad ke-21.
Wacana
Hasil studi banding ke suatu SMP di Singapura pada tahun 2022 yang lalu mendapatkan show chase bagaimana dua kelompok siswa kelas 8 menggarap problem lingkungan dan problem kesehatan melalui pembelajaran STEM dengan model Project-Based Learning tipe LABOY. Menakjubkan, siswa sekelas SMP sudah memiliki kepekaan terhadap masalah tersebut dan melalui PjBL menghasilkan produk berupa pemanfaatan sampah menjadi media pertumbuhan tanaman sayuran (kelompok lingkungan) dan memanfaatkan teknologi informasi untuk menyuun program kesehatan baik pencegahan maupun pengobatan berbasis herbal bagi penderita diabet. Kedua kelompok tersebut sama sama memanfaatkan disiplin ilmu sains, teknologi, teknik, dan matematika dalam prosesnya.
Bila mereka setingkat SMP sudah mampu menerapkan STEM dan menghasilkan produk yang layak dipertunjukkan kepada publik, maka sudah sewajarnya bilamana LPTK juga menerapkan STEM untuk menjadikan alumninya berkemampuan mengajarkan STEM. Sebab dibalik siswa yang sukses ada peran intelektual dari guru yang brillian. Di balik guru yang brilian, ada peran LPTK yang luar biasa dalam mendidik guru brilian terssebut.
Bagaimana mewujudkan guru brilian yang mampu mencetak siswa hebat dibidang STEM? Kurikulum di LPTK mengandung matakuliah keilmuan dan kependidikan. Biasanya matakuliah kependidikan dikelola oleh Fakultas secara penuh. Sementara matakulian keilmuan dikelola oleh program studi. Matakulaih kependidikn karena dikelola oleh Fakultas, dapat menjadi pionir implementsi STEM untuk semua prodi. Sementara itu matakuliah yang di progam oleh prodi berbassis MIPA sebaiknya juga segera menjadikan STEM sebagai pendekatan atupun model pembelajaran. Beberapa matakuliah keilmuan seperti Morfologi, Fisiologi, Ekologi, Mikrobiologi, Bioteknologi, Ilmu Lingkungan, dan Evolusi sesungguhnya sangat memungkinkn untuk menerapkan STEM.
Alasan mengapa STEM perlu diterapkan pada matakuliah tersebut adalah: Pertama secara pedagogis STEM STEM mengintegrasikan muatan sains, teknologi, enginer dan matematik yang terintegrasi sehingga menghendaki pemahaman yang kompleks, Kedua, STEM merupakan pembelajaran berbasis pada masalah. Ketiga, STEM menantang mahasiswa untuk berpikir kritis dan kreatif karena STEM menghendaki kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Dengan ke tiga ciri ini maka belajar STEM berarti akan mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau HOTS.
Penggunaan pendekatan STEM dalam pembelajaran memberikan peluang bagi peserta didik bahwa konsep, prinsip, dan teknik dari sains, teknologi, rekayasa, dan matematika digunakan secara terintegrasi dalam pengembangan produk, proses, dan sistem serta terutama dapat mengarahkan peserta didik dalam mencari solusi yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dalam proses pembelajaran, STEM sebagai pendekatan dapat saja kesemua unsur disiplin ilmu tidak hadir semua dan lengkap. Dapat saja dalam suatu kegiatan pembelajaran, unsur yang hadir hanya 2 atau 3 unsur saja dan tidak ada ketentuan semua unsur wajib hadir.
Dalam konteks pendidikan STEM bertujuan mengembangkan peserta didik yang STEM literate (Bybee, 2013), dengan rincian sebagai berikut. Pertama, memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk mengidentifikasi pertanyaan dan masalah dalam situasi kehidupannya, menjelaskan fenomena alam, mendesain, serta menarik kesimpulan berdasar bukti mengenai isu-isu terkait STEM. Kedua, memahami karakteristik khusus disiplin STEM sebagai bentukbentuk pengetahuan, penyelidikan, dan desain yang digagas manusia. Ketiga, memiliki kesadaran bagaimana disiplin-disiplin STEM membentuk lingkungan material, intelektual dan kultural. Keempat, memiliki keinginan untuk terlibat dalam kajian isu-isu terkait STEM (misalnya efisiensi energi, kualitas lingkungan, keterbatasan sumberdaya alam) sebagai manusia yang konstruktif, peduli, dan reflektif menggunakan gagasan- gagasan sains, teknologi, rekayasa, dan matematika.
Sementara untuk LS maka keniscayaan ini mendasarkan pada tujuan pembentukan guru profesional yang tidak hanya bertumpu pada penguasaan materi ajar, tetapi juga penguasaan terhadap bagaimana materi itu diajarkan (pedagogi). Mengimplementasikan LS sebagai implementasi dari pola pembinaan guru professional ketika mahasiswa masih berada dalam program akademik (sarjana) merupakan suatu keberuntungan. Mengapa beruntung? karena merupakan implemetasi dari Program Induksi Bagi Guru Pemula (PIGP) sebagaimana Permendiknas Nomor 27 Tahun 2010. Mahasiswa FKIP dapat dikatakan sebagai calon guru atau guru pemula, yang dalam kaitan dengan hal itu maka Program S1 LPTK sangat relevan ketika menerapkan LS baik dalam PPL maupun pembelajaran matakuliah.
LS dapat dimaknai sebagai belajar dari proses pembelajaran untuk mewujudkan pembelajaran yang lebih praktis dan efektif. LS bermanfaat untuk mengembangkan model pembelajaran, mengembangkan media pembelajaran, mengembangkan bahan ajar, dan mengembangkan evaluasi pembelajaran. manfaat dari LS adalah: (a). Menciptakan suasana keakraban dan kekeluargaan antar sesama guru. (b). Memberi peluang bagi guru untuk memecahkan berbagai masalah dan menciptakan solusinya secara bersama-sama serta saling bertukar pengalaman. (c). Memberikan kesempatan bagi guru untuk dapat membuat perencanaan pembelajaran secara bersama-sama dan mempraktekan hasil kerjanya. (d). Membuat guru menjadi lebih profesional dalam mengajar sehingga menciptakan suasana belajar yang kondusif bagi peserta didik sebagai tujuan menelurkan para peserta didik yang terbaik demi masa depan Indonesia.
Kebijakan LPTK menerapkan STEM berbasis Lesson Study untuk memberikan pengalaman mahasiswa patut diapresiasi, karena dua alasan penting. Pertama, kebijakan ini merupakan penciri kekuatan keilmuan LPTK pada aspek kependidikan yang tidak dimiliki oleh institusi lain. Kedua, kebijakan ini merupakan kebijakan yang terdukung secara internasional yaitu literasi STEM, secara nasional baik oleh PIGP, maupun oleh Perdirjen GTK Nomor 2091 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaran PPG Prajabatan.
Dengan mempertimbangkan keterlaksanaan di lapang maka penerapan STEM berbsis Lesson Study dapat dilakukan pada salah satu materi tertentu yang terdapat pada matakuliah keilmuan atau kependidikan. Akan tetapi setiap matakuliah memiliki kesempatan yang sama untuk menerapkan STEM-LS. Bagaimana hal ini bisa dilakukan?
Pascawacana
Secara praktikal, terlebih dahulu pendalaman materi STEM perlu dilakukan. Ruang lingkup STEM mulai dari hakekaat atau pengertian STEM, rasional perlunya STEM, bagaimana mengajar dengan platform STEM, model pembelajaran STEM dan evaluasi pembelajaran STEM adalah konten wajib untuk dipahami olen mahasiswa. Berikutnya adalah mengintegrasikan kemampuan pemahaman STEM-LS. Pada implementasi lesson study maka terdapat pemeranan Guru Model, Observer dan Siswa Figuran. Pemerann ini bermanfaat ganda yaitu sebagai upaya pengkajian terhadap materi matakuliah sekaligus melatih peran sebagai guru yang sedang mengajarkan materi tersebut dengan pendekatan STEM dimana keterampilan dasar mengajar, penerapan HOTS dan TPACK serta metakognisi guru menjadi fokus perhatiannya.
Beroperasinya pemeranan ini perlu diatur sehingga dapat memberikan pengalaman belajar bagi para mahasiswa calon guru. LS secara proses terdiri open plan, open lesson, dan refleksi. Implementasi tahapan LS ini perlu direncanakan dengan baik sehingga tidak menyita waktu lama dan dapat mencapai tingkat efisien yang tinggi. Untuk mencapai hal tersebut, dibutuhkan pemahaman dan pengalaman serta sikap yang positif dari semua pihak yang berkepentingan.