BeritaPendidikan

Mahasiswa PGSD UMM Kembangkan “ScrapSculpt” sebagai Inovasi Media Pembelajaran Berbasis Plastik Daur Ulang untuk Bantu Siswa ABK

Avatar
321
×

Mahasiswa PGSD UMM Kembangkan “ScrapSculpt” sebagai Inovasi Media Pembelajaran Berbasis Plastik Daur Ulang untuk Bantu Siswa ABK

Sebarkan artikel ini
Mahasiswa PGSD UMM Kembangkan “ScrapSculpt” sebagai Inovasi Media Pembelajaran Berbasis Plastik Daur Ulang untuk Bantu Siswa ABK
Mahasiswa PGSD UMM Kembangkan “ScrapSculpt” sebagai Inovasi Media Pembelajaran Berbasis Plastik Daur Ulang untuk Bantu Siswa ABK

Mediapribumi.id, Malang — Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menciptakan inovasi pembelajaran berbasis lingkungan melalui metode ScrapSculpt, media edukasi berbahan plastik daur ulang yang dikombinasikan dengan teknik mnemonik untuk membantu anak berkebutuhan khusus (ABK) mengatasi kesulitan membedakan huruf (letter distinction).

Inovasi ini dikembangkan oleh tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-PM) yang diketuai Nadia Aurellia Rahmadani bersama anggota Lusyana Agustin, Tarisa Cindy Fatmawati, dan Fenni Amelia Wijaya, di bawah bimbingan Dr. Dyah Worowirastri Ekowati, M.Pd. Program ini dijalankan di SD Muhammadiyah 9 Malang dengan melibatkan 18 siswa ABK, empat guru pendamping khusus, dan mahasiswa PGSD UMM angkatan 2022.

Media Edukasi Ramah Lingkungan dan Inklusif

Metode ScrapSculpt lahir dari keprihatinan atas keterbatasan media pembelajaran khusus untuk ABK. Kesulitan dalam membedakan huruf seringkali menghambat kemampuan membaca anak sejak dini. Dengan memanfaatkan plastik bekas yang diolah menjadi media edukasi, tim berupaya menghadirkan pembelajaran yang kreatif, inklusif, dan ramah lingkungan.

“Kami ingin memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan sekaligus memudahkan anak-anak mengenal huruf. Melalui pemanfaatan plastik daur ulang, kami juga menanamkan kesadaran peduli lingkungan sejak dini,” ujar Nadia Aurellia Rahmadani, Ketua Tim PKM-PM.

Program yang dimulai pada 8 Juli 2024 ini menggunakan pendekatan Culturally Responsive Teaching, yakni strategi pembelajaran berbasis budaya yang menyesuaikan materi dengan konteks kehidupan anak. Kegiatan dilaksanakan dalam empat tahap, meliputi:

1. Pengenalan konsep huruf melalui media ScrapSculpt berbahan plastik daur ulang.

2. Pembelajaran kontekstual dengan mengaitkan huruf pada benda nyata di sekitar siswa.

3. Permainan edukatif berbasis mnemonik untuk memperkuat daya ingat.

4. Refleksi bersama siswa dan guru guna mengevaluasi efektivitas pembelajaran.

Dukungan Sekolah dan Rencana Keberlanjutan

Kepala SD Muhammadiyah 9 Malang, Arip Hidayat, M.Pd.I., memberikan apresiasi terhadap inovasi ini. Menurutnya, ScrapSculpt mampu menjadi media pembelajaran alternatif yang sesuai dengan kebutuhan siswa ABK.

“Program ini sangat bermanfaat karena memberikan warna baru dalam pembelajaran anak-anak berkebutuhan khusus. Kami berharap inovasi ini terus dikembangkan agar dampaknya berkelanjutan,” ungkap Arip.

Tak hanya berhenti pada tahap implementasi, tim PKM-PM juga menyiapkan program lanjutan berupa monitoring perkembangan siswa, evaluasi bersama mitra sekolah, dan penyusunan buku pedoman ScrapSculpt yang dapat menjadi referensi bagi guru pendamping khusus di sekolah inklusif.

Kontribusi bagi Pendidikan Inklusif dan Keberlanjutan

Dosen pembimbing, Dr. Dyah Worowirastri Ekowati, M.Pd., menegaskan bahwa inovasi ini mencerminkan sinergi antara pendidikan, keberlanjutan, dan inklusivitas.

“Mahasiswa tidak hanya belajar teori di kelas, tetapi juga mempraktikkan pengetahuannya untuk menjawab permasalahan nyata di masyarakat. Program ini sejalan dengan semangat UMM dalam mencetak calon guru yang peduli, inovatif, dan solutif,” tuturnya.

Lebih jauh, program ini selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025, khususnya pada tema penguatan kesetaraan gender, perlindungan hak anak, dan penyandang disabilitas. Melalui ScrapSculpt, mahasiswa UMM membuktikan bahwa pendidikan inklusif dapat diwujudkan secara kreatif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.

Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hari Santri