Mediapribumi.id, Sumenep — Gerakan Remaja Sapeken (GRS) audensi menyoal kebijakan pengelolaan sampah kepada Pemerintah Desa (Pemdes) Sapeken, bertempat di Balai Desa setempat. Senin (12/02/24).
Turut hadir diantaranya puluhan mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam GRS dan Kepala Desa Sapeken, Joni Kunaidi serta Sekretaris Desa, Moh. Idrus.
Audiensi tersebut mengangkat persoalan kebijakan terkait dengan pengelolaan sampah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa melalui Perdes No. 03 Tahun 2023.
Beberapa tuntutan diantaranya mengklarifikasi terkait dasar hukum Perdes tersebut serta masalah iuran masyarakat dengan besaran nominalnya sehari seribu untuk membayar biaya operasional sampah.
“Biasanya ketika ada Perdes yang dibuat maka ada namanya naskah akademik dan berita acara yang di hasilkan oleh Musyawarah Desa (MUSDES) setelah itu diajukan kepada Bupati melalui Camat dan Sekretaris Daerah (SEKDA) sesuai dengan Perda Tahun 2019 BAB XIV tentang Penyusunan Peraturan Desa dan ketika itu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undanga, maka, akan di tandatangani dan disetujui oleh Bupati,” ucap Koordinator GRS, Diky.
Menurutnya, jika dikalkulasi, penduduk yang ada di sapeken itu berjumlah 2.500 kartu keluarga maka perharinya jika di tarik seribu itu bisa berjumlah 2,5 juta, sebulan 75 juta.
“Harapan kami dari audensi tersebut meminimalisir biaya iuran kepada masyarakat melihat kondisi pendapatan masyarakat menurun mengingat cuaca yang buruk serta pemerintah desa harus bisa menanggulangi dengan cara berkolaborasi dan bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) sesuai dengan instansinya sehingga tidak membebankan kepada masyarakat Sapeken,” imbuhnya.
Menanggapi hal tersebut, Joni selaku Kades Sapeken menjawab terkait tuntutan tersebut bahwa Perdes No. 03 Tahun 2023 itu dalam masa percobaan dan masa percobaan itu akan di coba selama 6 bulan terhitung sejak bulan Desember kemarin.
Selama masa percobaan, akan dilihat kepekaan masyarakat terhadap iuran sampah karna akan dilihat perkembangannya setiap bulan dalam pendapatan asli desa (PAD) dan selama masa percobaan sudah mulai meningkat.
Tetapi, ketika ini menurun maka sistemnya bakal dikembalikan keawal yakni masyarakat sendiri yang membuangnya ke tempat pembuangan akhir (TPA).
“Bagi warga yang kurang mampu untuk melakukan biaya iuran sampah maka kami tidak akan memaksa untuk mereka membayar cukup didata namanya nanti kami panggil melalui dusun untuk dimintai keterangan kenapa tidak membayar iuran tersebut,” ucap Kades Joni.