Example floating
Example floating
Opini

Resureksi Pendidikan Karakter

93
×

Resureksi Pendidikan Karakter

Sebarkan artikel ini
Resureksi Pendidikan Karakter
Example 468x60

Resureksi Pendidikan Karakter

Oleh: Dr. Nurwidodo, M.Kes.
Kepala LMT FKIP UMM, Pengurus Pusat ALSI dan Ketua LSPTM se-Indonesia

Opini, mediapribumi.id — Pernahkah kita memandang nyala lentera diterpa semilir angin malam? Kadang lemah kadang kuat sinar lenteranya. Begitupun pembicaraan publik terhadap pendidikan karakter. Akhir-akhir ini terasa redup popularitasnya. Seperti terhalang tabir dan gemerlapnya sekolah penggerak, kepala sekolah penggerak, dan guru penggerak dalam kemasan kurikulum merdeka (KURMER).

Tidak selayaknya ini terjadi, karena di dalam kurikulum merdeka ada Program Profil Pelajar Pancasilaa (P4) yang berorientasi membentuk karakter pelajar Indonesia. Bahkan dalam pelaporan pendidikan di tingkat institusi sekolah, pendidikan karakter adalah komponen yang harus dilaporkan untuk mendapatkan BOS (Bantuan Operasional Sekolah) baik nasional maupun daerah.

Hasil riset dari KPAI di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) mengenai angka terjadinya tawuran menunjukkan hal yang mengkhawatirkan. Jumlah tawuran pada tahun 2012 sudah mencapai 103 kasus dengan jumlah korban meninggal sebanyak 17 anak. Data terbaru tahun 2018, dilansir dari tempo.co (12/9/2018) KPAI menyebutkan bahwa kasus tawuran di Indonesia meningkat sebanyak 1,1 persen sepanjang 2018. Pada tahun 2017, angka kasus tawuran hanya sebanyak 12,9 persen, tetapi meningkat menjadi 14 persen pada tahun 2018.

Degradasi moral masih menjadi tantangan dunia pendidikan Indonesia saat ini. Meskipun pendidikan karakter telah ditanamkan di sekolah, tetapi pergaulan bebas, konsumsi minuman keras, narkoba, praktek aborsi, dan tawuran pelajar bahkan tiap tahun angkanya meningkat. Dengan maraknya kasus penyelewengan perilaku dan karakter anak bangsa, perlu ditumbuhkan kesadaran bagi tidak hanya tenaga pendidik dan pemerintah, melainkan kesadaran masyarakat Indonesia untuk menerapkan perilaku yang baik dan menanamkan karakter yang baik bagi anak Indonesia.

Resureksi pendidikan karakter perlu dilakukan sehubungan dengan adanya pelemahan perhatian publik terhadap pendidikan karakter. Apalagi bila kita sadari adanya tantangan menjadikan generasi emas tahun 2045. Resureksi adalah suatu konsep untuk memberikan penjelasan mengenai kebangkitan sesuatu dalam konteks ini adalah pendidikan karakter.

Terdapat beberapa alasan mengapa pendidikan karakter perlu mendapatkan resureksi, Pertama, pendidikan karakter menghadapi pelemahan perhatian oleh masyarakat kita baik secara konseptual (konten, materi) maupun metode (prosesnya). Banyak di antara mereka yang tidak memahami dan tidak peduli terhadap pendidikan karakter.

Sebagian besar orang tua tidak mengetahui apa itu pendidikan karakter, mengapa perlu pendidikan karakter, bagaimana cara melakukan pendidikan karakter, kapan pendidikan karakter diperlukan. Banyak pula orang tua yang membiarkan anak anaknya berkembang tanpa penguatan karakter. Kasus ini terutama berkaitan dengan nilai tatakrama atau sopan santun. Banyak dikeluhkan oleh orang tua bahwa anak zaman sekarang kehilangan nilai sopan santun. Dalam berkomunikasi dengan orang tua, guru ataupun dosen, anak muda jaman sekarang banyak yang mengabaikan tatakrama.

Bukan bermaksud melanggengkan nilai nilai feodal, tetapi dalam batas tertentu sangat diperlukan tatakrama sehingga komunikasi terasa nyaman dan akhlak anak muda kepada orang tua dapat terjaga. Tatakrama dalam berkehidupan baik di rumah, di sekolah (kampus) maupun di masyarakat adalah bagian dari pendidikan karakter yang kini jarang dilakukan dan tergerus oleh budaya barat yang cenderung mengabaikan tatakrama.

Kedua, perkembangan IPTEK khususnya teknologi informasi yang memungkinkan siapapun dapat mengakses informasi apapun termasuk cyberporn dengan mudah. Para pendidik dan orang tua, menyaksikan secara nyata dampak buruk perkembangan teknologi komunikasi yang melahirkan generasi Z.

Saat ini dan dimasa mendatang konten informasi yang tidak elok ditiru anak-anak sangat bebas berkeliaran di dunia maya dan sangat mudah diakses. Keterpaparan anak terhadap konten yang tidak mendidik sangatlah tinggi intensitasnya. Dengan melihat konten yang tersebar di berbagai aplikasi teknologi yang seperti itulah mka akan menjerumuskan dan meracuni pikiran anak untuk meniru perbuatan asusila.

Ketiga, perkembangan pendidikan karakter lebih tertinggal dari perkembangan teknologi informasi. Arus informasi sangat deras menerpa anak anak kita, sementara anak anak belum mampu menyaring informasi mana yang baik dan mana yang buruk. Dikhawatirkan hal ini dapat menjadi panutan dan mendorong pada perbuatan negatif. Pendidikan karakter perlu berkembang dan menguat terlebih dahulu dalam pribadi anak, bila kita ingin mereka dapat menyaring mana yang baik dan mana yang tidak baik untuk dirinya.

Pendidikan karakter perlu dipaparkan lebih dini kepada generasi penerus supaya mereka dapat tumbuh dan berkembang secara positif, bertanggungjawab dan melestarikan nilai luhur Pancasila serta budaya bangsa. Pendidikan karakter yang dipaparkan lebih dini kepada anak anak kita berarti memasuki masa penting (critical period) yang akan berdampak lebih baik untuk perkembangan dan kematangan karakternya. Urgensinya adalah kita dihadapkan pada pacuan, mana yang harus kita pilih, anak mengadaptasi IPTEK terlebih dahulu ataukah penguatan karakter terlebih dahulu.

Resureksi pendidikan karakter perlu dilakukan, Resureksi pendidikan karakter berkaitan dengan materi atau konten pendidikan karakter sebagai obyek. Obyek dari pendidikan karakter meliputi lima nilai karakter yang bersumber dari Pancasila, yang menjadi prioritas pengembangan gerakan PPK; yaitu religius, nasionalisme, integritas, kemandirian, dan kegotongroyongan.

Masing-masing nilai tidak berdiri dan berkembang sendiri-sendiri, melainkan saling berinteraksi satu sama lain, berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi.

Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain. Implementasi nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam sikap cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, anti perundungan dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, mencintai lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih.

Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Sikap nasionalis ditunjukkan melalui sikap apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.

Adapun nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral. Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran. Seseorang yang berintegritas juga menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas), serta mampu menunjukkan keteladanan.

Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Siswa yang mandiri memiliki etos kerja yang baik, tangguh, berdaya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Nilai karakter gotong-royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Diharapkan siswa dapat menunjukkan sikap menghargai sesama, dapat bekerja sama, inklusif, mampu berkomitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong-menolong, memiliki empati dan rasa solidaritas, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan.

Resureksi pendidikan karakter berikutnya berkaitan dengan persoalan atau problematika pendidikan karakter. Persoalan atau problematika pendidikan karakter dinyatakan dalam diksi sebagai berikut: Bagaimana karakter dapat ditumbuh kembangkan dalam kepribadian anak? Bagaimana mekanisme adopsi karakter dapat dirancang, diimplementasikan dan dikuatkan kedalam perilaku harian anak? Model pembelajaran karakter yang mana yang efektif? Media apa saja yang dapat digunakan untuk menguatkan karakter? Faktor apa saja yang menjadikan karakter dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan sebaliknya? Kapan waktu terbaik memulai pendidikan karakter pada anak? Persoalan penting lainnya adalah bagaimana melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil pendidikan karakter?

Resureksi pendidikan karakter selanjutnya berkaitan dengan siapa yang perlu terlibat dalam pendidikan karakter. Pendidikan karakter perlu didukung oleh tri pusat pendidikan. Orang tua (keluarga), sekolah, dan masyarakat seharusnya melibatkan diri berperan aktif dalam pendidikan karakter, sehingga penguatan pendidikan karakter dapat dilakukan secara bersama dan seksama.

Dapat disimpulkan bahwa perkembangan penyimpangan perilaku diantara para pelajar kita yang selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya, revolusi industri yang sudah mencapai RI 4.0 dan society 5.0 perlu diantisipasi dengan peneguhan kembali pendidikan karakter. Resureksi pendidikan karakter merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh dunia pendidikan kita dan ditujukan pada obyek, persoalan dan pelaksana pendidikan karakter.

Pendidikan karakter harus diajarkan, dijadikan kebiasaan secara konsisten sehingga bisa membawa dampak yang baik pada setiap peserta didik. Adapun, keluarga, guru dan lembaga pendidikan merupakan sosok yang berperan besar dalam proses tersebut. Pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Atas dasar itulah maka sekolah diwajibkan memberikan laporan pelaksanaan pendidikan karakter sebagai bagian dari raport pendidikan yang menjadi indikator dari profil sekolah.

Example 300250 Google News
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *