PDI Perjuangan, Unjuk Kekuatan Sekaligus Serang Lawan (?): Menuju Pilkada
Oleh: Nur Khalis Jurnalis Muda Sumenep.
Mas kyai (K. Ali Fikri) ini sosok yang teradar, dianggap layak, untuk maju sebagai calon bupati. Tetapi dianggap layak saja dalam kontestasi politik, itu tidak cukup.
Untuk pertama kali, dalam sebuah forum resmi, PDI Perjuangan Sumenep ikut andil membincang Pilkada pada November nanti, Senin siang (22/4).
Sekretaris PDI Perjuangan, Mas Abrari langsung melancarkan serangan kepada para calon bupati dan wakil bupati, yang digadang-gadang akan maju di Pilkada tahun ini.
Misalnya pada Mas Kyai, ketua PPP saat ini. Menurut Mas Abrari, bermodal layak saja tidak cukup untuk menjadi calon bupati.
Mas Abrari juga kaget, sebab Mas Kyai mengaku baru tahu bahwa dirinya dicalonkan sebagai bupati oleh seorang peserta dari forum yang sedang diikuti. Fakta lain, belum ada deklarasi apapun hingga saat ini.
Sejak dulu, Mas Abrari selalu lihai dalam menyampaikan narasi. Nada bicaranya jarang meninggi. Namun, jika diteliti, nyaris seluruh ucapannya di forum politik yang digelar di kafe ini mencerminkan kepercayaan diri dan serangan yang bertubi-tubi.
Misalnya, saat muncul narasi ganti bupati, Mas Abrari hanya berseloroh: kalau harus ganti bupati, ganti ke siapa? Apakah dari Pak Fauzi ke Pak Fauzi lagi? Karena itu sudah mengganti.
Seloroh Mas Abrari, ditanggapi tawa oleh sebagian yang hadir. Padahal, jika ditelaah secara seksama, semestinya seloroh itu disikapi dengan perasaan getir.
Sebab seloroh itu, hemat saya, ingin menegaskan bahwa narasi ganti bupati hanya buang-buang tenaga dan sia-sia sekali.
Sekretaris PDI Perjuangan ini juga sempat mengutarakan hasil rembuknya dengan kepala desa. Katanya, banyak dari mereka yang berharap jangan sampai ada calon tunggal di Pilkada.
Sebab hal itu akan mematikan “mata pencarian”. Tidak hanya kepala desa. Para pihak, termasuk segelintir gelandangan politik, akan kehilangan “penghasilannya” juga.
Ada banyak fakta politik, minimal hingga detik ini, yang memberi kesan bahwa patahana belum memiliki lawan. Selain tidak ada deklarasi, belum ada satupun partai politik atau relawan yang unjuk kekuatan. Padahal, di bulan Agustus, telah memasuki masa pendaftaran.
Mepetnya waktu untuk partai lain bekerja, akan membuat perebutan kekuasan terkesan tidak seimbang. Patahana terus diframing “berinovasi”. Namun lawannya belum ada satu pun yang de jure hingga saat ini. Timpang sekali.
Terakhir. Dari sekian narasi yang diutarakan, Mas Abrari tampak kesulitan saat menjelaskan pertumbuhan ekonomi yang tidak selaras dengan angka kemiskinan.
Di Sumenep, neraca ekonomi terus tumbuh. Akan tapi angka kemiskinan tidak kunjung “sembuh”. Solusi yang ditawarkan hanya dua: mengurai kembali angka kemiskinannya, atau ganti bupatinya? Hanya itu yang ditawarkan oleh anggota DPRD Jatim terpilih itu.