Nediapribumi.id, Sumenep — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) wilayah Jabanusa, menegaskan bahwa survei seismik 3D di wilayah Kepulauan Kangean, Kabupaten Sumenep, bukanlah kegiatan pengeboran minyak dan gas, melainkan tahap awal eksplorasi untuk mengumpulkan data geologi yang penting bagi negara.
Kepala SKK Migas Perwakilan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabanusa), Anggono Mahendrawan, menjelaskan bahwa survei seismik bertujuan memetakan struktur batuan bawah laut guna mengetahui potensi sumber daya migas tanpa melibatkan aktivitas pengeboran atau pengrusakan lingkungan.
“Survei seismik ini masih tahap eksplorasi, belum pengeboran. Bagi negara, hasilnya menjadi data penting. Bagi kontraktor, ini kegiatan penuh tantangan teknis dan ketidakpastian hasil,” ujar Anggono menegaskan, Rabu (29/10/2025).
Ia menepis tudingan bahwa kegiatan tersebut berpotensi merusak ekosistem laut. Menurutnya, survei akan menggunakan metode ocean bottom node (OBN), yakni teknologi modern yang menempatkan sensor nirkabel di dasar laut tanpa kabel panjang sebagaimana metode konvensional.
“Kapal pembawa sumber gelombang tidak menarik kabel panjang. Sumber getar kecil dilepaskan pada titik-titik tertentu di atas sensor OBN yang telah diletakkan di dasar laut. Dampaknya hanya di permukaan, tidak mengganggu ekosistem dasar laut,” jelasnya.
Anggono menambahkan, seluruh tahapan kegiatan telah melewati kajian teknis dan lingkungan yang ketat. Pihaknya memastikan operasi dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan perlindungan lingkungan laut, termasuk menjaga keberadaan terumbu karang di sekitar Pulau Kangean.
Lebih lanjut, SKK Migas juga mendorong pelibatan masyarakat lokal dalam kegiatan migas. Menurut Anggono, sebagian besar tenaga kerja di bidang catering, maintenance, dan operator di wilayah operasi Pagerungan sudah berasal dari masyarakat sekitar. Hal yang sama akan diterapkan di Kangean bila nantinya memasuki tahap produksi.
“Kami ingin kegiatan migas memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat. Prinsipnya, masyarakat lokal harus menjadi bagian dari kegiatan ini,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya sosialisasi publik agar masyarakat tidak salah memahami perbedaan antara survei seismik, pengeboran, dan produksi.
“Kami sudah minta KKKS untuk melakukan sosialisasi bersama Pemkab, Forkopimda, dan tokoh masyarakat. Kami ingin masyarakat mendapatkan informasi yang benar,” tegasnya.
Anggono menilai polemik yang muncul di masyarakat lebih disebabkan kurangnya komunikasi dan pemahaman teknis, bukan karena pelanggaran prosedur atau dampak lingkungan nyata.
“Kegiatan ini diawasi langsung oleh Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Investasi, dan Kementerian ESDM. Jadi tidak mungkin dijalankan tanpa izin resmi,” ungkapnya.
Ia menambahkan, hasil survei seismik nantinya akan berupa data dalam bentuk pita magnetis yang dikirim ke pusat pengolahan di Jakarta. Proses validasi dan analisis data tersebut memakan waktu antara lima hingga tujuh tahun, sebelum dapat ditentukan kelayakan untuk tahap pengeboran.
“Jadi masyarakat tidak perlu khawatir. Ini belum pengeboran, masih tahap awal untuk mendapatkan data dasar,” pungkas Anggono.













