Mediapribumi.id, Sumenep — Aliansi Mahasiswa Sumenep (AMS) kembali menunjukkan peran aktifnya sebagai pengawal aspirasi rakyat. Dalam aksi unjuk rasa yang digelar di depan Kantor Bupati Sumenep, Senin (19/05/2025), para mahasiswa menyuarakan rasa kekecewaan terhadap kinerja 100 hari pemerintahan Bupati Achmad Fauzi Wongsojudo dan Wakil Bupati KH. Imam Hasyim.
Koordinator Umum (Koordum) Aksi, Abd. Halim, dalam orasinya menyebut bahwa janji-janji kampanye yang dahulu digaungkan kini tak lebih dari sekadar narasi politis.
“Kami hadir bukan untuk mencari panggung, tapi untuk mengingatkan bahwa janji politik bukanlah basa-basi. Pemerintah hari ini telah gagal menyentuh kebutuhan riil masyarakat,” kata Halim.
AMS menilai bahwa selama 100 hari, tidak ada progres berarti yang dirasakan masyarakat. Beberapa program unggulan seperti pemerataan infrastruktur jalan, pemberdayaan santri entrepreneur, serta pelayanan publik inklusif dinilai mandek di tengah jalan.
Tagline “Bismillah Melayani” yang seharusnya menjadi semangat reformasi birokrasi, menurut AMS, telah kehilangan makna.
“Birokrasi hari ini kaku dan tidak responsif. Pelayanan yang dijanjikan justru menjadi keluhan utama masyarakat,” tambah Halim.
Dalam aksinya, AMS juga membawa sejumlah catatan kritis terhadap lembaga daerah:
Dinas PUTR dianggap gagal karena masih banyak jalan rusak berat yang tidak kunjung diperbaiki, kemudian Disbudporapar dinilai eksklusif karena programnya hanya menyasar wilayah kota dan melupakan kepulauan.
Tidak hanya itu, keberadaan Dinas Sosial dituding kurang akurat dalam penyaluran bantuan sosial, termasuk pada bantuan musholla.
Lebih jauh, AMS menyoroti keberadaan BUMD seperti PT WUS dan PT Sumekar yang dianggap tidak efisien dan justru membebani keuangan daerah.
“BUMD harus jadi solusi, bukan parasit. Kalau tidak memberi dampak ekonomi, lebih baik dibubarkan,” tegas Halim.
Melalui aksi ini, AMS menyampaikan tiga tuntutan utama:
1. Pemerintah Kabupaten Sumenep segera merealisasikan program unggulan dalam waktu tiga bulan.
2. Bubarkan BUMD yang tidak efektif.
3. Evaluasi total terhadap OPD yang tidak bekerja sesuai visi pelayanan publik.
Setelah melakukan orasi dan hampir bentrok dengan pihak aparat pengamanan, massa aksi membubarkan diri.

 

 
									












