Pendidikan Lingkungan, Harapan yang Masih Menggantang
Oleh: Dr. Nurwidodo, M.Kes.
Pemerhati Lingkungan di Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Malang.
Setiap tanggal 5 Juni, kita memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Nyatanya, problematika lingkungan semakin hari semakin marak, sekalipun program pro lingkungan terus digalakkan. Salah satu problem yang mengerikan adalah sampah.
Betapa lingkungan kita terbeban oleh sampah yang semakin besar volumenya, semakin beragam jenisnya dan semakin sulit diuraikan. Terlebih dengan sampah elektronik yang non biodegradable (tidak dapat terurai). Akibatnya lingkungan menderita sakit, kehilangan kemampuan menyehatkan diri (self healing).
Beban sampah ini pada akhirnya akan memukul balik kepentingan manusia. Pukulan itu dimulai dari taraf yang paling awal, sederhana berupa ketidaknyamanan, bergerak pada tingkat bahaya berupa gangguan kesehatan dan diakhiri dengan bencana atau cathastrope.
Manusia dengan segala perilakunya adalah sumber masalah lingkungan. Manusia melakukan eksplorasi tak terbatas kepada lingkungan. Manusia juga menghasilkan sampah yang banyak jumlahnya, banyak jenisnya dan panjang masa degradasinya (ratusan tahun). Sampah plastik misalnya, kini telah memasuki tubuh ikan, tumbuhan bahkan ditemukan pula di air susu ibu (ASI). Sungguh mengkawatirkan. Peringatan hari lingkungan hidup sedunia pada tanggal 5 Juni 2024 ini mengingatkan kita akan terjadinya ancaman bahaya yang akan memusnahkan kita, bilamana tidak diantisipasi oleh manusia seluruhnya.
Lalu, bagaimana memerankan manusia supaya sadar dan mampu menyelamatkan lingkungan? Pendidikan lingkungan menjadi alternatif yang paling diharapkan. Mengapa demikian? Sampah dan aktivitas merusak lingkungan bersumber pada perilaku manusia. Perilaku manusia harus diarahkan, harus dibina, harus dibiasakan dengan perilaku yang bersahabat dengan lingkungan.
Pembiasaan persahabatan lingkungan ini akan melahirkan karakter ramah dan cinta lingkungan (environmental friendly). Sejak dari TK, SD, SMA sampai dengan Perguruan Tinggi pendidikan lingkungan penting dilakukan.
Bagi perguruan tinggi, pendidikan lingkungan berkepentingan dengan perannya menghasilkan pemimpin (leader) masyarakat. Alumni perguruan tinggi akan menjadi pimpinan di dunia bisnis, politik, pendidikan maupun kemasyarakatan lainnya. Oleh karena itu, menyiapkan calon pimpinan yang mencintai lingkungan merupakan titik temu strategis dalam healing lingkungan. Melalui peran pemimpin, kebijakan yang pro lingkungan akan diciptakan. Oleh karena itu pendidikan lingkungan di universitas sungguh sangat penting.
Akan tetapi ada paradok, dimana pendidikan lingkungan di universitas belum menjadi prioritas. Tidak semua fakultas memprogramkan pendidikan lingkungan sebagai matakuliah wajib bagi mahasiswanya. Sedangkan fakultas yang telah menyajikan matakuliah ilmu lingkungan, belum mampu menyajikan perkuliahan yang menantang yang mampu menggelorakan cinta lingkungan.
Pembelajaran ilmu lingkungan mendapat tantangan yang tidak ringan. Penelitian di 10 universitas ternama penyelenggara matakuliah ilmu lingkungan, menunjukkan pembelajarannya masih konvensional, ceramah-diskusi-penugasan.
Model pembelajaran seperti ini tentu membosankan. Oleh karena itu, diperlukan inovasi pembelajaran di perkuliahan ilmu lingkungan. Ini tentu tantangan bagi para dosen. Mampukah mereka? Mari kita tunggu.