Aktualisasi Pancasila untuk Terumbu Karang Berkelanjutan
Oleh: Dr. Husamah, M.Pd.
(Pengajar Ilmu Lingkungan di Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Malang)
Tanggal 1 Juni memiliki makna ganda yang perlu untuk kita renungkan, baik nasional dan internasional. Secara nasional, tanggal 1 Juni adalah peringatan Hari Lahir Pancasila. Menyibak Sejarah, 1 Juni 1945 adalah waktu pertama kali Presiden pertama Indonesia-Ir. Soekarno-berpidato di sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI).
Saat itulah perdana beliau memperkenalkan konsep awal Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia hingga hari ini. Tahun 2024 ini, logo peringatan Hari Lahir Pancasila bertajuk “Sandya Taru” atau bermakna Pohon Persatuan. Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan persatuan, gotong royong, dan kesetaraan bangsa Indonesia. Sangat jelas, bahwa “Sandya Taru” diciptakan dari nilai sila ketiga yaitu “Persatuan Indonesia” dengan simbol pohon beringin.
Layaknya pohon yang menjadi sumber kehidupan, Pancasila lahir dan hingga kini terus menjadi kekuatan bangsa Indonesia.
Sementara itu, secara internasional 1 Juni diperingati sebaga Hari Peduli Terumbu Karang Sedunia atau World Reef Awareness Day. World Reef Awareness Day memang masih asing bagi sebagian besar diantara kita, mengingat peringatan ini baru memasuki tahun ke-6, pertama kali diperingati tahun 2018.
Merujuk laman https://worldreefday.org/, World Reef Awareness Day didedikasikan sebagai seruan bagi konsumen, dunia usaha, dan organisasi untuk melakukan refleksi terhadap ekosistem terumbu karang laut yang berstatus cukup rentan. Peringatan World Reef Awareness Day menjadi momentum untuk mempertemukan pandangan dan perhatian masyarakat umum, influencer, dan pemimpin untuk menciptakan perubahan aktif melalui pendidikan dan keterlibatan dalam memastikan fungsi terumbu karang yang berkelanjutan.
Sekilas memang sebagian orang akan berpendapat bahwa terumbu karang hanya menutupi kurang dari 1% lautan. Namun jika kita mencermati lebih jauh, terlihat jelas bahwa terumbu karang merupakan rumah bagi 25% seluruh spesies laut. Keberadaan terumbu karang mampu berperan sebagai sumber makanan penting bagi setengah miliar orang di seluruh dunia. Lebih jauh lagi, aspek pariwisata yang bijak mampu menyumbang pendapatan yang signifikan, sehingga upaya pelestarian terumbu karang diikuti oleh insentif ekonomi bagi negara dan masyarakat.
Nasib Terumbu Karang Indonesia
Coral Triangle Initiative (2023) menyatakan bahwa Indonesia berada di pusat Segitiga Terumbu Karang atau Coral Triangle dan merupakan pemilik keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia. Indonesia memiliki lebih dari 574 spesies karang. Perairan dan garis pantainya dianugerahi 19.805 kilometer persegi terumbu karang.
Sayangnya, merujuk Jenihansen (2023) dari National Geographic Indonesia yang mengutip hasil penelitian Research Center for Oceanography, sebesar 33,8% terumbu karang di Indonesia dalam kondisi buruk dan 37,4% berstatus sedang namun tetap terancam.
Laporan Coral Triangle Initiative pun menyebutkan bahwa hampir 95% terumbu karang Indonesia terancam, dengan 35% masuk dalam kategori ancaman sangat tinggi.Jika kondisi ini terus diabaikan, maka Indonesia turut andil “merealisasikan” prediksi Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa pada tahun 2050 nanti sebanyak 90% populasi terumbu karang di dunia akan punah. Ancaman terbesar terhadap keberadaan terumbu karang adalah aktivitas manusia. Berbagai aktivitas manusia mendorong kerusakan terumbu karang, seperti pengambilan karang secara illegal dan berlebih (overexploitation), penggunaan bahan peledak dan bahan kimia, penangkapan ikan menggunakan pukat harimau dan jenis yang merusak lainnya, pembuangan jangkar dan pelayaran yang tidak mengindahkan keberadaan karang, polusi, dan sedimentasi. Dewasa ini, isu dunia saat ini yaitu perubahan iklim, semakin mempercepat penurunan kualitas dan kuantitas terumbu karang.
Sebagai negara maritim, masih banyak penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai nelayan, berarti kehidupan mereka bergantung terhadap ikan-ikan dan hasil laut lainnya. Sumber daya laut merupakan kontributor utama bagi ketahanan pangan, mata pencaharian, dan cara hidup Indonesia secara turun-temurun. Tentu dapat kita bayangkan yang akan terjadi ke depan. Hilangnya terumbu karang pasti akan berdampak parah pada siklus kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia.
Aktualisasi Nilai Pancasila, Terumbu karang dan penghuninya, berada dalam status bahaya. Penyebab utama hal tersebut adalah aktivitas manusia. Aktivitas sehari-hari yang tidak ramah lingkungan mempunyai dampak yang nyata dan nyata terhadap terumbu karang. Laju pemutihan karang (coral bleaching), yang berarti karang sudah rusak atau mati, sangat mengkhawatirkan. Kesadaran masyarakat yang rendah didukung oleh penegakan hukum yang lemah dan koruptif bergandengan mempercepat laju kerusakan terumbu karang.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita bersatu padu, bahu membahu, dan bergandengan untuk mencipta masyarakat yang sadar. Harus diingat bahwa upaya memastikan terumbu karang terus ada dan memulihkan struktur sekaligus fungsinya bukan hanya tugasa para ilmuwan, konservasionis, dan manajer lingkungan melainkan tugas semua anak bangsa. Kita perlu menjadikan momentum 1 Juni untuk mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dengan kesadaran dan aksi lingkungan. Salah satu wujudnya terkait menjaga terumbu karang agar tetap lestari/berkelanjutan.
Kami mengadaptasi opini Wibowo (2018) yang menguraikan dengan cukup rinci keterkaitan antara Pancasila dengan pelestarian alam di Indonesia. Sila pertama terkait dengan keyakinan pada Sang Pencipta Yang Esa. Patut diingat bahwa terumbu karang adalah ciptaan Tuhan. Apabila terumbu karang tidak dirawat, berarti kita tidak mempercayai kuasa Tuhan, Merusak milik dan ciptaan Tuhan, bahkan berarti tidak mengakui adanya Tuhan.
Sila kedua menekankan pada aspek kemanusiaan yang berkeadilan dan keberadaban. Kerusakan terumbu karang sudah sangat jelas meniadakan sisi kemanusiaan, apalagi adil dan beradab. Tindakan merusak, jelas representasi tindakan yang tidak Pancasilais.
Sila ketiga, menekankan persatuan atau kegotongroyonganBersatu artinya punya makna saling membutuhkan, saling merasakan, terikat dalam satu rangkaian tak terpisahkan.
Tujuan dari sila ketiga ini adalah mengutamakan persatuan atau kekompakan seluruh elemen bangsa yang berbeda agama, suku, bahasa, budaya, dan agar berkontribusi terhadap berlanjunya struktur dan fungsi terumbu karang.
Sila keempat, bijaksana dan musyawarah untuk mufakat, adalah point penting untuk mengatakan bahwa seluruh tumpah darah negara ini harus diperlakukan sebaik-baiknya, secara bijaksana untuk kemakmuran. Terumbu karang adalah milik bersama, maka harus diperlakukan secara bijaksana, secara bersama-sama, bermufakat dalam kebaikan.
Sila kelima, keadilan sosial. Semua rakyat Indonesia, semua generasi (baik yang sekarang maupun yang akan datang) punya hak yang sama untuk menikmati anugerah berupa terumbu karang. Jika terumbu karang dirusak saat ini maka kebahagiaan dan ketentraman itupun terganggu, terlebih untuk generasi mendatang tidak akan terwariskan. Merusak terumbu karang dapat dikatakan mengganggu dan menghambat keadilan sosial.
Akhirnya, selamat merayakan hari lahir Pancasila dengan penuh penghayatan dan makna. Marilah mewujudkan pemaknaan Pancasila untuk lingkungan, khususnya terumbu karang. Jangan teriak paling Pancasilais, jangan berbangga-bangga dengan mengatakan “Saya Indonesia, Saya Pancasila”, tapi jadi bagian dari perusak lingkungan. Wallaahu a’lam bisshowab.